Waktu-waktu

sumber
Sumber

Bagi kami waktu hanyalah sekedar angka pada jam di dinding atau di pergelangan tangan mungilmu. Waktu hanyalah isyarat bagi hati yang tersayat.
Kami tidak mengenal waktu, waktulah yang harus mengenal kami.
Kami tidak mengenal siang dan malam, namun kami tahu malam sama berbahayanya bagi jiwa yang kelaparan.
Jadi, beginilah kami dalam situasi ini.
Siang kami akan menghabiskan kesibukan diluar sana,
Malam kami akan saling memeluk untuk melindungi dari kejamnya dunia.
Dunia kejam?
Rasa-rasanya ada yang janggal, dunia tidak lebih kejam daripada penghuningnya.
Maka izinkan aku menggantinya dengan melindungi dari kejamnya sesama kami.


Saat-saat siang adalah yang terberat. Kami adalah satu jiwa yang harus membelah diri di kala siang menyergap.
Kami bertahan sebisanya dari gempuran-gempuran itu, bertahan dengan setengah kaki. Bertahan sekuatnya.
Aku dalam setengah jiwaku mengerjakan sesuatu dengan tidak setengah membuatku lelah luar biasa.
Dia dalam setengah jiwanya mengerjakan hal-hal yang tidak setengah-setengah membuatnya hilang akal.
Dalam satu titik kita kehilangan hal secara bersamaan dan itu membuat tersiksa luar biasa.
Manakala malam datang dan kami kembali menjadi satu jiwa. Kami saling melempar senyum. Bergumul satu sama lain dalam atap yang sama.
Jiwa kami utuh tapi tidak pikiran kami.

Hari itu pun tiba, jiwa yang terlihat satu tidak lagi bersatu. Kami rusak permanen didalamnya. Tanpa kami sadari bahwa hal-hal yang hilang tidak kami kembalikan.
Keseimbangan telah cacat dan kami rusak.
Jiwa itu tidak bisa lagi utuh, kepingan demi kepingan telah runtuh dari posisinya dan kami tak kuasa menahan itu semua.
Malam tak lagi dinanti, siang menjadi dominasi.
Jiwa tak lagi utuh, perpecahan menjadi solusi.
Dan hal-hal mengenai waktu kembali menyelimuti aku dan dia, mengembalikan ego ke bagian terdalam, tidak ada lagi permainan siang dan malam.
Karena kami sudah berubah menjadi aku dan dia.

No comments:

Post a Comment