[FIKSI] Randi dan Rani (2)

Baca cerita sebelumnya [FIKSI] Randi dan Rani (1)

Mentari mulai terbenam, senja telah datang berkunjung dan senyap kembali menghadang seperti Rani yang kembali sendiri.
Rani sendiri untuk kesekian hari.
Ibu yang tak pernah mencintai Rani tapi selalu dipandangan Rani telah tiada, bunuh diri.
Ayah yang hanya mencintai Ibu pergi meninggalkan kami berkencan dengan pekerjaannya, bagiku dia mati.
Randi yang hanya kupunya telah tiada dan Rani sendiri.
Ibu mati..
Ayah mati..
Randi mati..
Rani hidup, Rani ingin mati saja menyusul Randi.

[FIKSI] Halaman 151

Aku sangat menyukai buku, sukaa sekali. Bahkan saking sukanya, aku selalu bersemangat berkunjung dalam pameran buku. Melihat buku bertebaran membuatku merasa aman dan nyaman.
Aku tidak perduli berapa uang yang kukeluarkan untuk membeli buku, aku bisa mencarinya lagi nanti. Tapi buku yang kutemui belum tentu akan kutemui selanjutnya. Maka aku rela meminjam uang ibu atau temanku hanya untuk membeli buku. Aku lebih memilih selalu berpuasa untuk mengumpulkan uang yang nantinya akan kupakai untuk membeli buku.

Orang bilang aku kutu buku atau freak, selalu ikuti trend buku bukan tren fashion. Memakai baju yang itu-itu saja sampai buluk dan hilang gambarnya. Tapi aku tidak perduli, bagiku yang utama adalah bisa membeli buku.

Buku yang paling kusukai adalah buku dengan imajinasi tingkat tinggi, buku yang membuatku merasakan terbang melayang. Indahnya dunia dengan bagaimana kita memandangnya lewat pikiran kita. Itu menyenangkan, aku menyukainya.
Buku menghantarkanku kepada banyak hal, bermacam-macam hal. Membawaku kepada dunia yang sebelumnya belum pernah kutemui.

[FIKSI] Randi dan Rani (1)

Aku merasakannya, aku merasakan dirinya disetiap langkah kakiku, disetiap hirup nafasku, dikala jantung yang berdetak. Aku merasakannya kehadirannya. Aku takut, aku tidak mengerti dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia selalu hadir disaat aku menoleh, disaat aku mengangkat wajahku. Maka kuputuskan untuk menunduk agar tidak perlu melihatnya.

Melihat dia yang bagaikan cermin bagi diriku.

Ya, dia saudaraku.
Ya, dia saudara kembarku.
Ya, dia telah tiada.

Pramuka = Wamil (?)

Salam Pramuka! broh.. (pake broh biar gahol dikit)
bertepat tanggal 14 Agustus dan ini adalah artikel pertama gue dibulan keramat ini, karena nyokap dan Negara yang samanya gue cintai juga kagumi bertambah umur. Tapi untuk urusan itu ntar dulu. Ini edisi spesial pake kacu, karena hari ini adalah hari Pramuka, sebuah hari peringatan yang benar-benar hanya diperingati tanpa ada makna didalamnya.

Tadinya gue bertanya-tanya punya siapa hati lelaki itu #halah #gagalfokus, gue bertanya-tanya mengenai :
“Sejak kapan upacara hari senin?”
“kenapa upacara hari senin?”
“kenapa harus ada upacara setiap senin?”
“kenapa upacaranya cuman naikin bendera tapi jarang diturunin?”
“kenapa pas kuliah gak ada upacara?”
“kenapa gue masih jomblo?” #abaikan