Dia gadis yang kusukai,
entah sejak kapan aku menyukainya, dan sejak kapan pastinya aku mulai
memperhatikannya, yang kuingat dia datang begitu saja, membuatku langsung jatuh
hati, menanggalkan luka lama, membuka hati untuknya. Dia gadis yang cukup aneh
bagiku, tidak seperti kebanyakan yang lain, berkumpul dan berinteraksi dengan
kelompoknya, namun dia tidak, dia hanya berkumpul namun tak pernah kulihat dia
berinteraksi, hay gadis manis adakah gerangan yang membuat dirimu resah gundah
merana hingga ekspresi itu tak sekalipun pernah kulihat, namun hai gadis manis
aku sang pemuda yang jatuh hati padamu bagaimanapun kondisimu. Ah bagaimana
mungkin hati ini dapat memilihnya, cinta sungguh membuatku pusing kepayang,
terlebih ketika kenyataan membawa hati kepada cinta yang tak pernah terlintas
sekalipun dalam logikaku.
Dalam logikaku
menari-nari sebuah bayangan ketika hati memilih, maka ia memilih seorang gadis
cantik terpelajar yang sungguh ceria dengan gaya manja dan selalu minta
disayang, hei aku tipe lelaki seperti itu, pemanja gadisku dan pemujanya,
bagiku belahan hati adalah segalanya, mereka tercipta bukan hanya untuk
disayang namun juga dipuja puji, bukan bermaksud menyembah namun kekagumanku
pada mahkluk cantik nan eksotis satu ini sangat membuatku kehilangan akal,
seperti aku pada ibuku, itu jelas aku sangat memujanya setengah mati, segala
yang diingininya akan aku turutin, segala perintahnya adalah perintah keharusan
untukku. Kembali lagi pada gadis pujaanku kini, yang kurasa merasakan
kehadiranku saja tidak apalagi menoleh kepadaku, aah andaikan saja dia tahu
perasaanku. Dan tentunya aku tidak mau melewatkan segala kesempatan yang ada,
disetiap detik hidupku kini aku menyempatkan untuk mengintip sedang apa dia,
sedang bagaimana dia, dan apa kabarnya. Rasanya langkah kakinya selalu ingin
kunafaskan dan detak jantungnya ingin kuseiramakan..
“aku menyukaimu..”
ucapku pada cermin dikamarku, berharap cermin itu memperlihatkan isi hati gadis
pujaanku lalu menjawab iya, tapi pertanyaannya sekarang bagaimana mungkin gadis
itu menjawab ya bila mengenalku saja tidak?
“aku menyukaimu..”
kata-kata ini kuulangi kembali didalam mobilku yang melaju menuju kampus dengan
cukup perlahan, ketika berjalan melewati taman dekat rumahku kulihat gadis itu
berjalan masuk ke taman. Dia nampak bercahaya ditimpa sinar-sinar yang
terbiaskan pepohonan taman.
Gadis itu Clara, tidak
manis tidak cantik, namun ada sesuatu dalam dirinya yang mengikat kuat
perhatianku hingga tak dapat teralihkan. Dengan rambut panjang lurusnya yang
tak pernah ia ikat ataupun sibakkan, dengan kepala yang seringnya tertunduk
cukup sulit menggambarkan dengan pasti bagaimana wajahnya, namun aku pernah
melihatnya, sering sekali ketika ia menengadah kelangit, wajahnya yang selalu
tanpa ekspresi, tak pernah kulihat senyum terpancang dari wajahnya hingga sulit
kukatakan bahwa aku menyukai seorang manusia. Ia tinggi dan amat pendiam, nilai
kuliahnya sangat baik kecuali dalam hal berinteraksi. Aku turun dari mobil lalu
mengikutinya dari belakang, tak lama kemudian Clara duduk dibangku taman lalu
mengikat rambutnya hingga aku dapat dengan sangat jelas menatap wajahnya. Cantik.
Itulah satu kata untuknya, bak bidadari jatuh dari kahyangan dan sayapnya telah
patah. Ia bagaikan bidadari yang kehilangan asa karena sayap patahnya tak akan
pernah tumbuh kembali. Sungguh, gadis ini cantik bukan kepalang, aura yang
terpancar membuat jantungku berdegup kencang, dan sejurus kemudian dia
memperhatikanku. Apakah dia mengenaliku? Lama ia pandangi hingga akhirnya aku
berjalan menembus ketidakpastian dan menghampirinya.
“hay, aku Andrean..”
salamku membuatnya tetap melihatku,
“ya, aku tau, aku tau
semuanya Andrean”, jawabnya membuatku terbius dengan nada indah dalam suaranya,
merdu bukan kepalang hingga membuatku diam tak berkata.
“aku menyukaimu..”
begitulah ucapan yang langsung meluncur dari dalam kepalaku, apa coba yang
kufikirkan hingga beraninya aku berkata semacam itu? Hina sekali aku. Aku pun
langsung menunduk, mengaku salah dan menunggu tanggapannya.
“aku menerimamu”
ucapnya membuatku menatap matanya, ia berkata jujur kulihat itu dari matanya,
ia menerimaku? Dan aku masih diam di tempat, shock atas apa yang terjadi dan
telah terjadi, apa ini mimpi? Tolong hantam kepalaku ke pepohonan agar mimpi
ini tak membuaiku terlalu jauh.
“apakah kita sedang
bermimpi?” tanyaku, Clara mencubitku sampai aku berteriak kesakitan lalu
berjalan menjauh dariku, aku yang menatap punggungnya kini tersenyum, Clara
yang sedang berjalan kemudian terhenti lalu membalikkan badan dan menatapku,
“ya, kau kuterima” dan
jadilah kami sebagai sepasang kekasih, yang entah bisa disebut sepasang kekasih
atau bukan.
Namun yang jelas, kini
setelah beberapa bulan berjalan aku dan dia masih dalam keadaan baik-baik saja.
Ini adalah gaya pacaran yang membuatku sangat takjub. Kami berpacaran dengan
sedikit sekali interaksi bahkan aku sering menganggapnya tidak sama sekali. Seringnya
dia memakai bahasa verbal, aku belum berkesempatan menyentuh tangannya apalagi
mengecup keningnya yang ingin sekali kukecup. Awal kami jadian kampus dibuat
gempar, karena tak pernah terdengar desas desus aku mengobrol bahkan
mendekatinya, dan dengan pribadi Clara yang seperti itu semua orang rasanya
seperti ditohok dari belakang. Bagaimana mungkin itulah pertanyaan yang keluar dari
setiap orang yang kutemui, ayolah hatiku yang memilih jangan terus bertanya
padaku, ucapku dalam hati.
“kau ini sayang padaku
tidak sih?” ucapku, mulai meragu dengan apa yang kami jalani sekarang ini, aku
saja dibuat terkejut karena sudah lima bulan hubungan ini berjalan tanpa
komunikasi yang memadai dengan status pacaran dan masih bertahan. Dia melirikku
tajam tanda ketidaksukaannya kepada pernyataannku,
“aku mulai meragu nih..”
ungkapku jujur, dan dia hanya memandangku namun kali ini dengan lebih lembut
dan lebih bersahabat, dia mengerti seutuhnya apa yang aku rasa dan inginkan.
“aku kan juga mau tau
kenapa kamu begini pediam dan begini tertutupnya bahkan setelah beberapa waktu
ini kita saling mengisi kekosongan hari dengan hadirnya satu sama lain”,
lanjutku kini wajahnya meredup bagai awan memendung dan siap menumpahkan air
matanya. Dia menunjukkan semuanya dengan ekspresi kecuali ekspresi bahagia,
aku belum melihatnya. Menurutku ini
memang kemajuan besar karena awalnya dia sama sekali innocent dan ketika
berhubungan denganku dia menunjukkan apapun dengan ekspresi wajah dan gerak
badannya namun tetap tanpa ada ekspresi bahagia dalam wajahnya. Mengapa aku
bukannya bertanya kenapa dia tidak bahagia? Ah bodohnya aku. Namun tetap saja
pertanyaan yang terlontar hilang dihembus angin dan menyisakan pertanyaan yang
akhirnya terpendam dalam hati.
“apa kau tak bosan
berpacaran dengan mahkluk super pendiam itu? Bagaimana coba kau menjalankan
hubungan kalian selama ini..” teman komunitas motorku akhirnya membuka suara
atas keanehan dan teka teki yang hinggap dalam kepalanya, aku hanya tersenyum
kecut,
“entahlah, selama ini
dia menyukaiku atau tidak saja aku tidak tahu..” jawabku, membuat dia tertawa,
menertawakanku kebodohan cintaku yang tak berdasarkan logika.
“kau ini lelaki ndre,
lelaki gak rasa rasa” ledeknya membuatku menekuk wajah, seperti ini rasanya
harga diriku langsung turun. Tapi aku melupakan satu hal, pembicaraan ini
seutuhnya didengar Clara yang memang ikut denganku, sebagai pacarku tentunya. Aku
telah ikut komunitas motor ini sudah cukup lama, dan merupakan keharusan dalam
suatu komunitas atau keluarga mengenal pacar masing-masing. Dengan tawa meledak
dan mukaku yang kian lama kian kesal Clara tiba-tiba mencium pipiku, hei ini
sesuatu yang sangat manis dan hangat, ini adalah pertama kalinya sejak 5 bulan
jadian dia mencium keningku. Apa yang membuatnya seperti ini? Teman komunitasku
diam terpana bukan saja Clara mencium pipiku tapi juga Clara mengikat setengah
rambutnya yang menampakkan keelokan wajahnya yang mulus putih bersinar. Aku langsung
tersenyum dan melepas penjepit rambut Clara sambil berkata kepada temanku,
“aku tak akan
membiarkan kecantikannya dilihat olehmu kawan, dia punyaku..” ucapku bangga dan
senang bukan kepalang lalu segera pergi dengan motorku tentunya membawanya
turut pergi.
“thanks sweetheart, you
very sweet” bisikku yang kuyakin terdengar olehnya.
Satu kecupan itu dapat membuatku
bertahan hingga ke babak ini, setahun hubungan kami berjalan tanpa sesuatu yang
mengancam, ajaib dan membingungkan, entah bagaimana dia yang jarang bersuara
dapat mengikat kuat hatiku pada pohon cintanya.
Namun
lagi-lagi badai itu datang, badai yang datangnya bukan dari dia tapi dari dalam
hatiku yang mengobarkan benarkah dia masih mencintaiku, kenapa tak pernah
sekalipun ekspresinya berubah atau setidaknya dia menyayangiku layaknya pacaran
umumnya? Sekali lagi ini berkecamuk didalam hatiku. Apakah ada yang lain
didalam hatinya?
Sampai hari itu tiba, kulihat ia
berjalan dengan seorang lelaki yang membuatku setengah mati cemburu padanya,
rambut panjang lurus kekasihku tak tergerai begitu saja, ditata dengan apik,
wajahnya pun tak semendung yang selalu bersamaku namun secerah mentari bersinar
dengan tawa menggelegak yang mengiringinya, astaga benarkah ini gadisku?
Kesedihan mendalam merasuk dalam jiwaku,
meminta untuk merasuk lebih dalam, pedih hati ini. Aku pun mendekatinya lalu
tersenyum pada dia yang sedang memandangku dengan kaget, oh Claraku sayang, tak
cintakah kau sebenarnya padaku? Mengapa kau permainkan hatiku?
Aku hanya tersenyum, ya tersenyum perih
lalu meninggalkannya, meninggalkan dia yang kini menatap punggungku namun diam.
Mengapa tak kau kejar aku? Tak kau jelaskan padaku? Inikah caramu menjelaskan
padaku situasi yang sebenarnya? Clara oh Clara nadiku hanya ada namamu, hatiku
terukir indah wajahmu, hidupku hanya untukmu.
Malam itu ketika kurenungi semua dirumah
aku pun memutuskan keluar, mobil yang terlihat begitu menjanjikan untuk diajak
ngebut membuatku goyah ketika akhirnya melihat motor, ya motor dapat membuatku
jelas terbang bebas bukan?
Balapan liar sebuah dunia yang tak
pernah kusentuh, aku biasanya balapan ditempat resmi bukan dijalanan seperti
ini, namun akalku sedang tak berfungsi.
Menyenangkan ya, sungguh menyenangkan..
Engkau dapat terbang bebas,
sebebas-bebasnya..
Seperti burung merpati, bebas dan tak
berbeban..
Merasakan nafas dunia dan tersenyum
menghadapi dunia berpolusi..
Burung merpatiku sayang burung merpati
ajaklah aku terbang bersama kalian..
Bila tidak ijinkan aku mematahkan sayap
kalian dan memasangnya padaku hingga aku dapat terbang tinggi..
Menyusuri jalan yang gelap dan penuh
ancaman, medan yang tak biasa membuatku sedikit grogi namun terus kuhantam ragu
itu, apa yang harus kuragukan sekarang ini? Tidak tidak ada dan tidak akan
pernah! Lalu wajahnya tepat berada dihadapanku..
Rem mendadak dan terhenti.. aku menabrak
sesuatu yang keras dan sejenak kemudia aku merasakan ada yang mengalir dari
kepalaku lalu gelap. Ini bukan kondisi yang baik sepertinya..
3 hari mungkin aku tak berdaya terbaring
dalam peraduan ibu yang merintih, ketika kubuka mata yang berat ini kulihat
seseorang yang sangat cantik, ahh dia Clara bersama ibu dan ayahku,
berbincang-bincang dengan hangat sepertinya karena kudengar obrolan santai.
“kau
sudah bangun sayang? Senang sekali akhirnya kamu kembali sayang..” ucap ibu
mengecup keningku yang kemudian disusul ayah,
“karena
kau sudah bangun, ibu tinggal sebentar untuk makan ya, Clara yang menemanimu
selama 3 hari ini, jadi akan kubiarkan moment ini kau dan dia nak..” ucap ibu
kemudian keluar dengan ayah, kulihat Clara disana dipojok kamar mengupas apel,
“tak
perlu seperti ini, ini semua kesalahanku..” ucapku, dia kemudian menatapku lalu
mendekatiku, ia memegang tanganku lalu mengelusnya ke pipinya.
“aku
menyayangimu, sebagaimana pun dirimu, mungkin ini adalah kesalahpahaman yang
seharusnya tidak perlu terjadi. dia kakakku yang telah kembali, kau tidak
pernah melihat orang tuaku kan? Mereka telah meninggal, aku diasuh oleh
saudara-saudaraku, kakak kandungku menghilang membuatku sebatang kara meskipun
banyak yang merawatku. Kini ia kembali, kau tau betapa senangnya namun juga
rasa bersalahku karena aku tidak mengatakan ini lebih awal. Aku takut, engkau
yang telah diracuni ragumu mengacuhkan semua pernyataanku dan menganggapnya
tidak masuk akal, jadi maukah kamu percayakan hatimu sekali lagi padaku?” ini
adalah perkataan terbanyak yang kudengar dari mulut mungilnya membuatku
langsung memeluknya meski badanku sendiri sakit karenanya, namun gadisku ini
manisnya luar biasa. Sungguh aku mencintainya meski tidak dengan suara kami
berkomunikasi namun dengan bahasa verbal dan bahasa hati.
Ia dalam kebisuan kata-katanya namun mengajarkanku
cinta yang lebih dari cinta, yang tidak diukirkan dengan kata-kata namun dengan
keindahan yang luar biasa.