3 Kata Sakti

“hah? 3 kata sakti?” tentunya aku kaget karena tiba-tiba saja tanteku mengatakan sesuatu yang tidak biasa. 3 Kata Sakti?

Sore itu kami sedang menunggu diteras rumah, menunggu ibuku menjemput untuk berlibur bersamanya. Liburan kali ini adalah bagian ibuku, setelah sebelumnya ibu mengundur-undur sampai aku mengatakan dengan keras bahwa tidak sekarang maka tidak ada hari esok. Ibuku terlalu banyak mengatakan alasan dengan pekerjaannya, maka aku harus mengatakan bahwa aku juga tidak punya banyak waktu untuk mereka yang tidak pernah menyempatkan waktu untukku.

“jangan kaget begitu ah..” ucap tanteku sambil tersenyum

“ya gimana gak kaget, kita gak ngobrol apa-apa, tiba-tiba tante udah ngomong 3 kata sakti aja. Emang apaan sih itu? segitu saktinya sampe ada 3, apa karena ada 3 jadi sakti?” kali ini aku nyerocos tanpa henti. Menghentikan kegugupan bertemu dengan ibuku.

“ah, kamu ini kritis sekali. Kenapa tante katakan 3 kata sakti, karena kata-kata ini akan membuatmu juga sesamamu menjadi lebih berharga, akan membuat hidupmu penuh dengan kebahagiaan dan yang pasti akan membuat sekitarmu menjadi sesuatu yang lebih”

“aku.. cinta.. padamu..?” aku mengejanya sehingga membentuk 3 kata, membuat tanteku tertawa dan menggelengkan kepala.

“tidak, bukan itu. Sebenarnya kalau aku katakan 3 juga kurang cocok ya, tapi kalo lebih kebanyakan juga. Hahaha..” aku memandangnya dengan kesal, ya meskipun aku tau dia tidak bisa melihat bagaimana muka kesalku tapi aku yakin dia bisa merasakan bagaimana kesalnya diriku

“kita akan bahas cinta lain kali sayang, yang sekarang mau aku bahas adalah bagaimana cara kita sesama manusia saling menghargai. Melalui suatu hal yang sangat sederhana yang malah lebih sering dilupakan”

“bukankah memang sesuatu yang berharga lebih mudah dilupakan?” ucapku sinis merajuk kepada tingkah laku kedua orang tuaku yang tidak ada akur-akurnya

“ah pertanyaan itu akhirnya keluar juga. Tapi aku sedang tidak ingin berdebat padamu tentang hal itu karena sebentar lagi ibumu akan tiba. Yang aku mau katakan adalah Terima Kasih, Tolong dan Maaf” aku tercenung kali ini memandangnya dengan muka ‘apa’

“jangan memandangku dengan muka ‘apa’-mu itu” ah, tanteku, selalu berpura-pura bisa melihat “Kamu tau, betapa berharganya kata-kata sederhana itu? yang bila engkau tempatkan dalam setiap kata yang mau kamu ucapkan akan menjadi sebuah senjata ampuh?” lanjut tanteku

“senjata?” 

“ya, senjata.. Setiap manusia ingin selalu dihargai. Maka 3 kata itulah yang menjadi penghargaan paling sederhana namun menyanjung hati bagi setiap orang” dan aku mulai berfikir, sesederhanakah itukah kita menghargai orang lain? dengan hanya mengatakan terima kasih, tolong dan maaf?

“berfikirlah sederhana, jangan melulu bagaimana yang sulit. Banyak yang bilang kebahagiaan itu berawal dari yang sederhana kan? maka mulailah menghargai orang lain dan dirimu sendiri dengan hal itu” tanteku menepuk kepalaku setelah sebelumnya mencari-cari kepalaku, lalu mengusapnya dengan penuh kasih.

“sekarang pergilah kepada ibumu dan berdamailah dengannya. Ingat hargai dirimu sendiri. Meskipun kamu bukan anak yang menyenangkan tapi belajarlah untuk mengerti bagaimana caranya menghargai” dan ibuku telah sampai di pagar, berdiri sambil memegang payung. Hujan rintik yang membasahi bumi sampai pada dasar hatiku. Tentang bagaimana menghargai, tentang bagaimana aku harus belajar menggunakan 3 kata sakti.

No comments:

Post a Comment