Museum MH Thamrin, sudut yang terlupakan



Sore Kawan,
Terletak di Jl. Pasar Kenari didampingi Universitas Indonesia dan Univesitas Gunadarma tidak membuat serta merta Museum sarat makna ini dikunjungi.
Siang terik itu gue dan Eka melipir ke Museum ini.

Dengan nama lengkap Muhammad Husni Thamrin, bapak Thamrin adalah sosok idola bagi orang Betawi. Lahir asli di Batavia tepatnya di Sawah Besar pada tanggal 16 Februari 1894.
Lalu kenapa bisa menjadi Idola? karena beliau ini adalah orang yang benar mempertahankan tradisi Betawi ditengah himpitan pendatang dan membuat orang Betawi terpinggirkan, sekarang pun gue udah jarang banget ngeliat orang Betawi asli di Jakarta yang masih eksis, lain hal kalau kalian udah mulai agak melipir, kalian baru akan menemukan orang Betawi.



Begitu masuk gerbang Museum kita akan disambut patung emas MH Thamrin, menyalang dengan terang dibawah sinar mentari. Sepi sekali dengan gemerisik angin disela-sela keheningan.
Kami disambut oleh satpam dan penjaga museum magang. Memberikan kami senyum terbaiknya, merasa senang akhirnya setelah sekian waktu berlalu ada manusia selain mereka.
Berfoto sebentar kami pamit jalan-jalan.
Penerapan tarif museum ini pun sangat terjangkau,
Pelajar IDR 2.000
Mahasiswa IDR 3.000
Umum IDR 5.000

murah bukan ilmu itu?

Di awal kita akan menemukan diorama MH Thamrin dengan gaya rumah adat Betawi lalu beberapa barang replika yang menghuni rumah MH Thamrin.
Kebanyakan yang terpampang disini adalah artikel dan berita terkait MH Thamrin, sedikit diorama dan beberapa hal mengenai kebudayaan Betawi.

Semasa hidup beliau, hal yang paling dikenang masyrakat adalah upaya penjernihan air di daerah Penjompongan dan kali penyambung Krukut dengan Ciliwung untuk mencegah banjir, dua hal yang dilakukan Beliau semasa menjabat sebagai Dewan Rakyat, bersikap kooperatif dengan Belanda namun tidak mengabaikan masyrakat. Dalam perjalanannya ketika Beliau membeli rumah ini dari Meneer Has, seorang Belanda yang sengaja membangun rumah ini sebagai tempat pemotongan hewat dan transit buah-buah yang dikirim dari Australia untuk kemudian didistribusikan ke orang-orang Belanda.

Mengalami beberapa renovasi, rumah ini bisa disebut sebagai cikal bakal dari gerakan perjuangan kemerdekaan, mulai dari rapat PPKI hingga pertama kalinya instrumental Indonesia Raya didengungkan oleh Bapak WR Supratman, maka hadirlah replika biola Bapak WR Supratman.
Setelah itu hadirlah pembelajaran yang didaulat oleh beberapa tokoh nasional, siang menjadi kelas untuk setara SMK dan malam menjadi perguruan rakyat.
Bung Ismail Marzuki adalah salah satu jebolan dari Perguruan Rakyat ini, bahkan karya-karya yang masih lugas kita nyanyikan dewasa ini berasal dari rumah ini.

Pada akhirnya, perjuangan Beliau harus enyah oleh penyakit dan penetapan sebagai tahanan rumah oleh Belanda karena dianggap berbahaya. Beliau menutup usia pada 11 Januari 1941.




Sampai kini perjuangan Beliau telah banyak diteruskan, upaya pelestarian budaya dan orang Betawi yang kian digiatkan. Budaya tidak boleh tersingkir, mereka yang mengajarkan kita agar mengerti adab bukan.
Dan bagaimana perjuangan beliau ditengah himpitan Belanda, tidak dengan melawan secara fisik namun dengan pikiran dan rasa tanggung jawab yang sungguh. Bagaimana jabatan yang dia pakai adalah untuk kesejahteraan rakyat semata.
Ini masih saja relevansi dewasa ini, Dewan Rakyat mestilah lebih peka terhadap raungan dibawah bukan rayuan diatas.
Bahkan Bapak MH Thamrin tak jua gentar mempertahankan apa yang Beliau yakini.

Dan ingatlah untuk berkunjung manakala melewati daerah sekitar museum ini, semata-mata mereka bukan hadir karena diharuskan, kitalah yang membutuhkan tapak sejarah ini agar lebih santun pada masa depan dan mengerti bahwa apa yang kita dapatkan hari ini mahal harganya.

No comments:

Post a Comment