Pada Akhirnya

Cinta tak harus memiliki, meski menyedihkan dan menyakitkan, meski semua harapan dan kenangan seperti melayang begitu saja tapi begitulah hati. Kita tidak bisa mengaturnya seperti seorang majikan. Mata kita melihat, mulut kita menyapa, telinga kita mendengarkan dan kepala kita menilai. Tetapi bila hati berkata ya meski yang lain tidak hanya perih yang tertinggal.

Cerita ini berdasarkan kisah sahabatku yang kubuat dengan sedikit bumbu-bumbu yang diperlukan untuk mengenang betapa manisnya cinta yang berada disekitarku.

Sahabat yang telah cukup lama kukenal meski pada akhirnya aku mengakui bahwa aku tidak tau banyak tentang mereka. Tapi kisah ini kusuguhkan bagi kalian yang memang mempunyai pasangan dan berniat untuk mencari selingan.

Dua sahabatku, keduanya memiliki pasangan kekasih, keduanya memiliki masa depan yang bertumpu, keduanya adalah pasangan yang harmonis bagi satu sama lain antar hati yang bertaut. Tak pernah ada satu pun terbersit untuk mencari yang lain meski kadang mengesalkan, tak pernah terbersit untuk meninggalkan meski kadang satu sama lain membuat jenuh dan kadang tidak pengertian. Ah indahnya cinta masa muda bukan?


Begitulah kedua sahabatku menjalani kisah asmaranya dengan suka duka, dengan tawa dan kesedihannya dan dengan segala perubahan yang harus diperbuat.

Namun semua berubah manakala sebuah kejadian akhirnya menghadang salah satu sahabatku dan inilah kisah yang kubuat ini kisah yang kubuat berdasarkan mereka bukan kisah yang nyata tentang mereka. ^^

                                                                   ~oOo~

Pandanganku tak pernah lepas darinya, dari setiap gerak tubuhnya, dari setiap kedip matanya, dari setiap hela nafasnya, beriringan dengan hatiku yang berdegup kencang. Dirinya bagaikan nuansa baru dalam detik kehidupanku, dirinya bagaikan sepercik air yang membuat hati ini terasa baru. Aku tak mengerti apa yang kurasakan, ia berbeda dengan yang lain, ia berbeda dengan yang selama ini kukenal. Setahun ku mengenalnya dan kini rasa terhadapnya bukan semata-mata rasa biasa. Ini menyenangkanku… ini membahagiakanku.. ini salah.

“Suka tak pernah salah, ini bukan perkara kamu boleh atau tidak. Suka adalah sebuah anugrah dan ia tak akan bisa ditolak datangnya kecuali memang kamu memiliki belahan hatimu”
Kata itu terngiang dalam benakku, membuat hatiku miris dan ingin menangis, ini salah. Aku tidak menyalahkan rasa ini tapi yang kusalahkan adalah situasi dimana aku berada. Dia sudah ada yang punya, 3 tahun mereka bersama. Aku sudah ada yang punya, 2 tahun lamanya. Sering kupandang langit dan kutanya pada bintang. Bagaimana Aku menghadapi rasa ini? Bagaimana aku menghadapi hati ini? Segala resah dan gelisah segala gundah menghadangku.

”Kamu berubah, ada apa?” tanya gadisku yang manis, membuatku hanya tersenyum dan berkata segalanya baik-baik saja, dan membicarakan hal lain. Sampai akhirnya dia berkata

“Kamu menghindariku atau menghindari hubungan kita dari sesuatu?” dan aku sekali lagi hanya tersenyum memandangnya. Dia gadis yang selama ini mendampingiku dan setega itukah aku menyakitinya?

“Hubungan bukan hanya sekedar lamanya kamu berpacaran. Tapi bagaimana di masa nanti, kamu dan dia dapat menata hubungan bersama, saling bahu membahu membina rumah tangga dan kompak menjalaninya”
Malam itu aku termenung menghadapi debur ombak, beberapa hari ini ada acara dari kampusku, ada dia disini, dia yang telah merangsek masuk dalam hatiku membuatku terus memandangnya, ini menyulitkanku aku sama sekali tak bisa melepaskan pandanganku darinya. Ini membuatku gila. Dan kusadar dia kini telah menyadarinya, menyadari rasa suka yang menggantung tepat dihatiku, rasa suka dariku hanya untuknya. Aku tau yang tersadar bukan hanya dia, tapi juga yang lain. Karena itu mereka semua pun pada akhirnya membuatku kesal namun juga bahagia. Dari segala doa mereka yang terlontar disela sindiran mereka selalu ku amini. Ya, sesungguhnya aku pun ingin bersamanya meski nanti setelah acara ini aku tersadar ada seseorang yang menungguku diluar sana.

Tapi aku memohon pada hatiku, pada nuraniku, untuk membiarkanku pada beberapa hari ini untuk melegakan hatiku yang telah kering termakan rindu. Beberapa hari ini aku terus melahap dengan rakus, mataku hanya untuk memandangnya, senyumku hanya untuk dirinya, kunikmati segala sindiran itu dan kuamini semua doa yang terselip dalam ejekan mereka. Aku dengan rakus menikmatinya, dengan rakus memandangnya sampai pada akhirnya tiba hari peringatan bagiku yang telah dengan payah membiarkan sela terbuka lebar.

Aku menyadari sepenuhnya ada sela dalam hatiku yang membuat dia begitu mudah merasuk dalam fikiranku, mengunjungi mimpiku. Aku menyadari sepenuhnya ada sela dalam hatiku yang sebelumnya tak kusadari, yang sebelumnya tak kurasakan hingga membuat dia begitu mudah menggeser orang yang lebih dulu hadir dalam kehidupanku. Aku telah memikirkan segalanya hingga hatiku akhirnya lelah, dan yang kudapatkan hanya kepastian bahwa semakin hari hati ini tumbuh untuknya. Hatiku telah terbagi, hatiku telah resmi mengkhianatiku, mengkhianati gadis yang sudah begitu setia denganku. Rindu pun sudah mengikis berburu mencari yang lain.   
“Dalam hubungan selalu ada titik jenuh, ini adalah titik yang memang harus dilewati olehmu sebagai pasangan. Ini adalah hal wajar dan hatimulah yang akhirnya memutuskan untuk berkata mari lanjutkan atau mari mengakhirinya”
“Aku sudah ada yang punya, begitu juga kamu. Ada baiknya kita tidak bersama supaya tidak ada yang tersakiti. Kita masih bisa kok jadi temen, tenang tidak akan ada yang berubah” sesungguhnya kalimat itu seperti kalimat penyejuk tapi ini juga membuat ragaku terhempas kelubang yang tak berdasar, aku mengiyakan sadar bahwa di hari terakhir ini aku harus sudah mengakhiri segala drama hati yang kumulai, aku sudah terlibat terlalu jauh, kerakusanku membawa petaka bahwa meski bibir ini mengatakan ya, hati ini kalut dibuatnya.

Sepulangnya kami, aku hanya bisa mengajaknya ngobrol lewat pesan singkat, menjelaskan hal-hal yang perlu dijelaskan dan menekankan kepada pertemanan yang enggan kukatakan. Kini aku hanya bisa menghela nafas sambil terus memikirkan apa dariku yang salah, siapakah aku ini hingga berani menduakan hati meski sesungguhnya aku tidak bisa memilikinya. Bagaimana aku menjelaskan pada hati ini manakala kedepannya nanti aku akan semakin sering bertemu dengannya. Bagaimana dengan gadisku yang memang sudah tau tentang perubahan hatiku dan masih memilih diam menungguku?

“pada akhirnya sesuatu harus diputuskan, beginilah cinta beginilah kehidupan. kamu harus memilih menjadi yang tersakiti atau menjadi yang menyakiti”
Aku akan mencoba, itulah tekadku beberapa hari setelah puas memikirkan betapa salahnya hati ini betapa salahnya aku yang telah mengikis rindu ini. Aku akan mencoba merekatkan hati ini pada seseorang yang telah hadir lebih dahulu, pada dia yang sudah menjadi belahan hatiku sebelumnya, pada dia yang masih dengan sabar menunggu penjelasan dariku. Aku akan mencoba….

                                                                               `OoO`

Cerita ini tidak menggantung, cerita ini masih akan terus berlanjut pada kehidupan yang sesungguhnya.
Kini pada akhirnya kedua sahabatku mencoba menjalani aliran kehidupan ini, menerima segalanya dengan lapang meski tetap menjadi teman, agar hati mereka tak saling berharap, mereka mengingatkan diri mereka bahwa sebelumnya hati mereka telah diisi. Cinta memiliki cerita yang panjang dan berliku, memiliki jalan yang tak halus dan banyak rintangan. Cinta tak hanya berjalan datar.

Ini adalah salah satu ujian cinta bukan?

Pada akhirnya aku mungkin hanya akan berkata kepada sahabatku. Cinta memiliki 2 hal. Cinta yang memang adalah cintamu dan cinta palsu. Dimana kamu merasakan cinta padahal itu bukanlah cintamu yang sesungguhnya ^^

6 comments:

  1. Dalem banget kata"nya jadi terlihat romantis" gitu suasananya hehe

    ReplyDelete
  2. terharu... jarang loh nyong baca cerita yang kaya gini..

    ReplyDelete
    Replies
    1. gue yang nulis juga ikut terharu kok *hiks *srooottt

      Delete