Musim Demo


Mungkin gue gak terlalu paham ya sama yang dipertengkarkan atau diperdebatkan orang-orang diluar sana, gue juga kurang paham ketika buka media sosial isinya adalah pertentangan.

Gue juga kurang paham kenapa selalu dapat jarkom-an baik broadcast atau private message untuk mendukung pihak-pihak tertentu. Tiba-tiba gue jadi merasa sepenting itu.

Katanya sih masalahnya berakar dari kata "pakai", entah apa yang dipakai, pakai penghinaan atau tulus pakai saja.
Yang jelas si "pakai" sudah menimbulkan huru hara dimana-mana, kasihan sekali si "pakai" ini.
Padahal dia cuman kata tambahan, tapi harus mendatangkan pakar telematika dan telepati, dikaji begitu serius sampai membawa ancaman dahsyat pada negara NKRI tercinta.

Sejak tercetusnya demo anti penistaan agama tanggal 04 November dihari Jumat yang sakral itu, gue pikir seru juga kerja di pusat kota kalau ada demo diliburin gitu. Tapi ternyata itu masalah lain.
Demo dengan mengangkat agama (yang sebagaimana kita tahu adalah isu nasional yang sangat sensitif) dan penistanya (yang kebetulan mencalonkan kembali menjadi gubernur Jakarta), sungguh diluar dugaan.

Dihari yang sama juga ada instruksi dari dinas pemerintahan untuk memasang spanduk dengan tulisan "kita semua bersaudara" atau "Tetap jaga NKRI". Jadi sudah sampai mana titik kronis negara ini?
Banyak orang mencibir aksi demo yang dilakukan, bahkan banyak pernyataan melayang.

"Si Bapak Ahok sudah minta maaf tuh, dimaafkan gak?"

Tentu ini pertanyaan retoris yang tidak usahlah dijawab agar masalah tidak berkepanjangan.
Tensi Jakarta sedang panasnya, Ibukota sedang diuji, Negara ikut menanggung.
Bahkan Presiden diseret untuk campur tangan menyelesaikannya.
Bahkan keutuhan NKRI menjadi tidak karuan bentuknya.

"Demo mengenai apa sih ini?"
 Itulah yang gue katakan kepada diri gue sendiri, terlalu banyak orang berkepentingan yang campur tangan. Mungkin gue salut untuk kalian yang memang menjaga kesucian aksi demo damai ini, tapi Tensi Jakarta sedang tinggi sehubungan dengan pemilihan cagub dan cawagub yang tinggal hitungan bulan lagi.
Tensi Jakarta sedang tinggi karena MEA sedang digenjot-genjotnya, pemerintah sedang rayu manis investor agar berinvestasi di Indonesia, cuaca ekstrem sedang menggelayut perekonomian ikut terpengaruh.
Lalu apa hubungannya? oke itu cuman intermezzo biar urat saraf kalian gak begitu tinggi. 

Usai demo gagal aksi damai 4 November, isu mengenai demo jilid-jilid selanjutnya tersebar, gerakan-gerakan terselubung mulai merayap dan gerakan-gerakan toleransi mulai membumbung tinggi.
Terhitung dari tanggal 01 November sampai dengan tulisan ini diketik (17 November), gue banyak sekali menerima pesan-pesan dan begitu membuka media sosial cukup banyak paham-paham yang tergiring arus.
Tidak berfikir semestinya, hanya terseret apa yang memang sudah digemakan.

Masyrakat masih kurang sehat untuk mencermati dan mencerna informasi. Negaranya Negara Hukum tapi rakyatnya punya kepentingan lain.

Sumber

Menatap layar handphone atau layar komputer, semenit sedang membahas mengenai si penista agama yang orang kafir, semenit kemudian muncul #KamiAhok dengan membeberkan pernyataan-pernyataan.
Dari kerasnya pernyataan mengenai ayat yang tidak digunakan semestinya sampai akhirnya muncul #KamiAhok, wah apakah ini strategi politik? Apakah terkandung makna didalamnya?

Lalu agama menjadi masalah krusial, sangat krusial. Banyak pihak merasa bahwa merekalah yang paling dikucilkan, paling ditindas dan paling-paling. Banyak yang merasa bahwa keadilan ini perlu dipertanggungjawabkan dihadapan pengadilan manusia, padahal yang dihina adalah ayat yang langsung dari Tuhan. Lalu kenapa kita tidak biarkan Tuhan saja yang menghukum?

Seperti yang gue katakan sebelumnya, isu demo jilid-jilid berikutnya sudah tersebar. Mungkin jumat ini demo lagi, jumat besok demo lagi sampai akhirnya tempat kerja gue menetapkan bahwa hari jumat hanya bekerja sampai dengan jam 11. Wah menyenangkan sekali mungkin.
Kalian demo gue seneng, kita sama-sama senang.

Gelar tersangka sudah disandangkan dengan manis, proses hukum sedang berjalan, tapi masih belum jelas. Pemerintah mungkin akan memutar-mutar pengadilan seperti kasus kopi sianida. Ada begitu banyak pasang mata dan harapan tersembunyi dibalik pengadilan yang ditempuh. Namun sudah tertera jelas bahwa gelar tersangka belum seutuhnya menggagalkan untuk maju menjadi cagub dan cawagub.
Ayolah gubernur ini punya chance besar untuk jadi presiden loh, jadi sikut-sikutannya juga harus lebih keras agar nanti bisa salah pilih pemimpin.


No comments:

Post a Comment