Tersesat

Sumber

Derai tawa yang tidak akan pernah kulupakan, aku dan seseorang yang kuanggap ibuku duduk diteras sore itu. Memegang gelas berisi minuman kesukaan masing-masing, dia teh aku kopi.
Burung tetangga bersahutan saling mencuit, satu dua kali tetangga mengucapkan permisi. Hanya kontrakanku saja yang memiliki bangku diteras sedangkan yang lain memilih tidak meletakkan apa-apa diteras kontrakannya.

Ibuku berumur 63 tahun, wajahnya tak elak dari keriput namun masih segar berseri, terdapat banyak semangat hingga ajalnya mendekat. Dia tak sekalipun menunjukkan kerapuhan yang digadang-gadang kaum hawa, terlampau kuat dengan welas asih yang membuncah. Asihnya dia curahkan penuh untukku seorang, anak semata wayangnya.

Kupikir kebahagiaan itu akan selamanya ada, hidup sudah cukup sulit dan kami menanganinya bersama, kupikir begitulah selanjutnya hidupku.

Tapi hari itu seseorang menarikku dari ibuku, aku menangis sekencangnya, sekuatnya. Aku tidak ingin berpisah, kukatakan begitu. Ibu tak kuasa menahanku, tenaganya tidak cukup, orang itu terlampau kuat.
Aku dibawanya ke rumah yang luar biasa besar, elok rupanya.
Kutemui dua orang yang mengatakan bahwa merekalah orang tuaku, ibu dan ayahku, kandung, asli. Aku tidak mengerti, aku tidak memahami.

Pesta kemudian diselenggarakan begitu besar dan megah, begitu ramai dan menawan. Tidak ada satupun yang kukenal, aku merasa asing ditengah keramaian.
Awalnya ibu dan ayah menggiringku kesana kemari, mengenalkan pada kolega potensial, aku ikut tanpa tahu, aku ini apa.

Lelah dengan keramaian kemudian aku menyingkir. Pergi ke sebuah ruangan besar, tak kusangka gedung itu seperti sebuah showroom, terdapat banyak mobil bagus, antik dan yang tak pernah kulihat aslinya, diparkir begitu sembarangan dan begitu mepet hingga sesak sendiri melihatnya.
Dua orang tamu pesta datang dan meminta seseorang mengeluarkan, mobilnya berada di tengah, pusing bukan kepalang. Bagaimana mengeluarkannya?

Aku dan akalku, membantunya mengeluarkan mobil itu, tak kusangka ketika hampir berhasil mengeluarkan kulihat galon dan gas. Sebentar kupindahkan, tangan belepotan gaun menjadi kotor. Tapi aku senang.
Mobil berhasil kukeluarkan kedua tamu menatap penuh hujatan kepadaku, berbicara dalam bisik namun memastikan aku mendengar.

“Inikah putri si orang kaya itu?” aku terhenyak, tertunduk lesu hingga valet datang dan meminta aku agar tidak berada di garasi yang nampak seperti showroom itu.

Aku berjalan menyusuri lorong panjang dan kutemui lelaki bertampang dingin duduk disalah satu bangkunya, aku duduk diam di ujung bangku, tidak berani menatapnya.

Dia datang ke arahku, kemudian berjongkok dan mengikatkan tali sepatu. Aku bahkan tidak sadar bahwa aku memiliki tali sepatu!
Wajahku bersemu merah, tak lama dia terbangun dan mengatakan hal yang begitu mengejutkan.

“Kembalilah kedalam, itu posisimu. Cucilah tanganmu terlebih dahulu, bersihkan dirimu.” lalu dia berlalu, aku hanya menatap punggungnya saja.

Aku berjalan menuju kedalam dengan kekuatan kata-kata yang kuperoleh darinya, namun aku harus menghapus kotor yang berada di tanganku dahulu. Ketika ku berjalan kulihat ruang dapur dan tentulah ada wastafel disana. Aku masuk dan tersenyum pada orang-orang yang melihatku asing.
Kegiatan mencuci tangan yang kurasakan begitu lama dengan pandangan menusuk orang-orang itu, nyaliku kembali ciut.
Namun seseorang menyodorkan kain padaku dan tersenyum, aku tersenyum kembali mengelap tanganku dan pergi setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih.

Aku berjalan keluar, ketika berpapasan dengan banyak tamu aku menunduk, meyakinkan bahwa tidak ada tamu yang akan melihatku. Aku masuk melalui pintu kecil, menyusup sedemikian rupa hingga melihat warung didepan rumah dengan begitu banyak pembeli. Aku mengendap-endap masuk di tempat yang disebut rumah ini.

Begitu masuk kutemui lorong memanjang dengan banyak pintu, aku ingat betul seseorang pernah berkata demikian padaku,

“Dirumah ini terdapat pintu yang sangat indah, terdapat ukiran di kiri kanannya dan di tumbuhi daun jalar yang sangat baik. Itu tempat kesukaan tuan, disanalah dia akan masuk dan duduk berlama-lama. Aku dengar tempatnya begitu indah dengan kolam ikan dan gazebo, pepohonan yang begitu rindang dan kamu akan menemui kebahagiaan tak terkira”

Berfikir demikian dan aku melewatinya, memundurkan langkah aku memberanikan diri untuk masuk dan menemukan kebahagiaan tak terkira itu. Yang kulihat adalah sebuah padang luas dengan mobil berjejer di seberang sungai. Gazebo di kiri dan kanan kulihat begitu menarik perhatian. Ketika aku melangkahkan kaki memasuki ruangan itu lebih dalam kulihat dari kananku banyak orang yang mengklaim sebagai saudaraku di awal pesta. Berlari kesana kemari begitu riang begitu gembira, tak kulihat ayah dan ibu di antara mereka.
Mereka menatapku sinis dan merendahkan hingga hilang tekadku dan menutup pintu.

Batinku begitu tersiksa, tidak ada lagi makan bersama keluarga sambil ketawa haha hihi, tidak ada lagi kebahagiaan yang kudapati, tidak ada lagi hal-hal berharga yang terlontar. Dunia berubah menjadi kejam.

Aku berlari menuju halaman depan, kulihat taman luas dengan gazebo putih ditengahnya. Aku berlari menujunya duduk termenung. Memikirkan rupa-rupa kebahagiaan hingga akhirnya air mataku keluar dan seketika aku merasakan bahagia dalam dadaku membuncah.

dan mimpiku untuk hari ini berakhir.
09 Juni 2020.

No comments:

Post a Comment