Usaha Pulang

Sumber

Aku terbangun di suatu tempat asing, begitu ramai namun tidak kudengar suara apapun. Mereka terlihat tertawa tapi aku tidak mendengarnya.

Aku melihat sekitarku, orang-orang berkemeja dengan handphone ditangan sibuk hilir mudik. Tidak sepenuhnya tidak kukenal, wajah mereka tidak asing. Aku memegang sakuku, tidak ada dompet disana hanya ada handphone dengan sinyal penuh namun pulsa yang tidak ada.

Aku menunjuk handphone salah seorang yang duduk disana, merasa bahwa dunianya adalah miliknya seorang. Dia meminjamiku namun apa daya, nomor yang kuhubungi tidak tersambung. Sedih.

Aku membalik badanku dan kulihat punggung seseorang yang kukenal, begitu familiar berada di antara keramaian. Aku melihatnya lama, meminta mulut mengeluarkan suara dengan lantang. Aku ingin bantuannya, tercekat, suaraku tidak bisa keluar seperti yang kuingini.
Tak habis akal aku langsung berjalan ke arah penyebrangan jalan, orang-orang berdesas desus namun senyap, dunia seperti dalam mode mute.
Ketika sampai penyebrangan jalan aku melihat terowongan menuju MRT, tidak aku tidak punya uang bagaimana caranya aku pulang? pikirku.
Aku pun ke arah gedung yang tadi dimasuki dia.
Gedung itu lenyap.
Aku tidak bisa menemukannya.
Dalam keputusasaan aku menyusuri jalanan hingga tiba di belakang gedung pencakar langit masuk dalam jalanan rumah warga. Aku ingat salah seorang warga menawari aku makanan dan aku hanya mengangguk sembari tersenyum, tidak mengambilnya dan hanya melanjutkan perjalanan.
Aku mulai hilang arah, begitu keluar dari perumahan warga aku kembali ke jalan itu, dimana gedung-gedung berjejer tinggi dengan jalan halus yang ramai oleh kendaraan. Kali ini aku menyebrang lagi, mengetik pesan bahwa aku butuh tumpangan untuk pulang.
Salah seorang yang aku perlihatkan pesan itu menunjukkan tanah kosong dibelakang salah satu gedung, aku menuju tanah kosong itu.
Lelaki bermata sipit yang kukenal lewat cerita-cerita sahabatku berdiri disana, mengajakku menuju suatu tempat lain. Dia membawa motor, kita akan menaiki itu. Namun kepercayaanku luntur, aku sangsi padanya.

Aku berjalan menjauh sedang dia berteriak-teriak dalam mode senyap. Semakin ku berjalan aku menemukan jalan itu. Jalan kecil dengan tumbuhan rambat di sisi satunya dan kali yang bersih di sisi satunya lagi. Jalanan kecil yang amat teduh dan membuat hati tenang.

Aku tahu jalan ini.

Entah apa yang kukagetkan, bertemu dengan rumah di ujung jalan atau definisi pulang yang kuharapkan.
Di ujung jalan teduh ini ada rumah berhiaskan ornament Cina didepannya, merah merona tidak menyakitkan mata.
Aku masuk kedalam rumah itu dan kutemui si Nenek, tersenyum padaku sembari memegang senampan makanan. Aku duduk dikursi melihatnya lalu membalas senyumnya.

Dan mimpiku selesai, begitu lelah hingga hilang kata-kata. Auraku seperti terserap begitu dalam, membangkitkan banyak tokoh.

dan mimpiku untuk hari ini berakhir
06 Juni 2020

No comments:

Post a Comment