Saudagar Kopi : "Hujan Rasa Kopi"


Sore itu hujan deras menerpa Jakarta, gue  pikir hujan aja udah cukup buat gue mikir untuk pulang, tapi petir yang bergotong royong bersuara membuat gue langsung menghentikan niat pulang.
Nesya bilang Dewa Zeus lagi berantem sama Dewa Poseidon, wtf banget buat gue ketawa karna gue yakin dihari sebelumnya dia pasti bersinggungan sama cerita Romawi.
Ketika langit mulai mereda, gue kembali mengurungkan niat dan mengubah haluan bersama Nesya dan yang lainnya menikmati kopi bersama rintik hujan kota Jakarta.

"Saudagar Kopi" adalah tempat yang kami pilih, membunuh waktu seperti tanpa arti.
Miko one person who coffee addict, dia seringnya ngajakin ngopi cantik, Nesya pun begitu. Nah kalo gue, minum starbucks aja baru 3 bulan yang lalu, karna ada promo, dan setelahnya gue pusing. Haha, mungkin gue adalah satu-satunya orang yang minum starbucks aja pusing.

"Saudagar Kopi" letaknya di Jalan Sabang, Miko menganalogikan tempat ini seperti tempat ngopi di film AADC, hanya agak besar sedikit. Interior ruangannya pun hampir sama.
Yeah, gue tau dari setiap film atau artikel yang nampang dimana-mana tempat ngopi selalu cozy and humble banget. Dengan musik melancholy dan kadang sedikit ngebeat tapi tetep ramah ditelinga.
Tempat ini cukup tersembunyi, membuatnya layak menjadi tempat bersembunyi dan sedikit misterius.

Kali ini pilihan Miko jatuh di Coffee latte ice, Nesya dan Adit Ice Chocolate, Nesya love Ice Chocolate wherever her go, gue? Inget insiden starbucks buat gue agak mikir tapi berhubung gue gak pernah ngerti real coffee tuh kayak gimana, maklum gue keseringan dicekokin energen. Gue pilih Espresso, awalnya gue bilang es dan gue baru tau ternyata Espresso gak pake es tapi selalu panas. Okelah mari kita coba, apakah gue bakal pusing lagi atau enggak. 

Hujan masih mengguyur Jakarta dengan kenangan mantan, kita berempat terkubur dalam senyap, dibudak notif dari hp masing-masing. But its we, meski sibuk akhirnya ada yang inisiatif membunuhnya dan memulai pembicaraan.
Agak lama kami cek notif dan diakhiri dengan pramusaji yang menghidangkan 3 es dan 1 kopi hangat dengan porsi yang sungguh menggugah dompet gue. Seharga 25 ribu, dengan cangkir yang sangat tidak manusiawi. Mungkin gue perlu benar mempelajari kenapa coffee addict selalu identik dengan si dompet tebal.

Awalnya gue pikir kenapa Espresso berdampingan dengan air mineral, gue pikir kenapa mereka berdampingan dan gue masih sendiri? Oke, yang itu konflik pribadi gue.
Tapi akhirnya gue ngerti, Espresso its real coffee, pait asli, kayak jamu keliling rumah gue yang udah jadi langganan. Miko dan senyum mengejeknya membuat paitnya nambah pangkat 2.
Pada akhirnya gue ngerti rasa kopi asli tuh gimana, paitnya sampai menusuk lidah dan membuat gue makin berfikir. Dimana letak kesenangannya? Yeah, ini kayak gue tanya sama diri gue sendiri dimana letak kesenangannya membeli komik yang cuman lembaran kertas dinodai gambar, kadang dibilang gak mutu bahkan, jadi jangan pernah menanyakan hal mustahil seperti kenapa para maniak kopi rela merogoh kocek cuman buat segelas kopi mungil yang rasanya pait aseli.

Minuman disini pun gue anggep gak ramah buat kantong,
Espresso seharga 25ribu
Ice Chocolate seharga 29ribu dan
Coffee latte seharga 32ribu
Dan itu semua diluar pajak.
Tapi perlu gue akuin, tempat ini emang tempat yang cocok buat pelarian dari hingar bingar Jakarta. Tempat meluapkan ekspresi galau dengan secangkir Espresso.
Tempat yang asik buat ngobrol tentang kehidupan tanpa ada gangguan, dengan sedikit merendahkan suara agar tidak bersaing dengan alunan musik yang mendayu. Lurus memanjang dengan kapasitas 2 sampai 4 orang per meja membuat obrolan kalian menjadi lebih intens. Gue rasa pemiliknya ingin mengibaratkan hubungan intens antara penikmat dan secangkir kopi, menikmati tiap detik dengan seruputan yang romantis.

Gue sendiri kurang ngerti kopi, maklum kayak yang sebelumnya gue bilang gue keseringan dicekokin energen. Gue juga kurang ngerti biji kopinya di grade berapa, roastingnya udah perfect atau belum, brewingnya udah pas atau belum apalagi istilah racikan. Tapi sensasi menikmati secangkir Espresso mungil dengan air mineral disela-sela seruputan membuat gue merasakan hal yang berbeda. 

Oh, macam ini toh rasa kopi yang diracik dari biji-bijian kopi. Rasanya kayak kehidupan..
Ketika merasakan kepahitan hidup, kita kadang tidak mengerti sepahit apa yang bisa melukiskan, bagaimana cara mengatasinya dengan baik, kita kadang mengatakan bahwa kepahitan apa yang cocok dengan keadaan kita, rasanya mungkin lebih pahit dari manis yang dirasakan. Namun ketika kita terus mencoba rasa pahit itu kita akan merengguk kemewahan yang tidak terelakkan, rasa segar dari air mineral, ternetralisir begitu saja.
Pahit itu hilang bersama ketenangan yang melanda. Pahit itu hilang dengan hanya mencecap air biasa.
Kopi dengan bijian terbaik, dengan rasa yang enak sekalipun, kopi dan rasa pait yang aseli pun sirna hanya dengan cecapan air putih.
Luar biasa bukan?






 Sumber harga menu : https://www.zomato.com/id/jakarta/saudagar-kopi-menteng/menu#tabtop

8 comments:

  1. Ah jadi rindu masa-masa seruput Espresso di coffee shop langganan.. :'D

    ReplyDelete
  2. apalah daya dengan hamba ini, yang cuma dapat menikmati kopi sachetan dengan segala merek :D

    mungkin sebaiknya saya bikin coffee shop sendiri nanti, aamiin
    hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. coffee shop rasa kopi sachetan haha, macem warung ngopi aja~

      Delete
  3. Gue juga awalnya nggak ngerti kenapa orang-orang suka minum Espresso yang rasanya pahit itu. Tapi, setelah gue cobain sendiri, gue tahu kenapa orang-orang mau merogoh kocek cukup dalam untuk minuman pahit seperti espresso. Ada kenikmatan tersendiri di dalam minuman tersebut. Gue lebih suka minum espresso sambil nulis atau baca buku. Hohoho

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada inspirasi disetiap tetes espresso #aih #tsadap

      Delete
  4. Replies
    1. pastinya bro, haha
      kan dirimu yang mengenalkan gue pada dunia perkopian

      Delete