“status doang terpelajar tapi mulut dan kelakuan gak belajar”
Itulah celetukan seorang bapak-bapak manakala gue lagi di warteg. Saat kami sedang makan dan disuguhkan tawuran pelajar yang kembali nge trend di Jakarta ataupun kota-kota lainnya yang tayang di televisi. Terlebih kami mendengar celetukan yang sama ketika segerombol mahasiswa lewat didepan warteg sambil bercanda lalu ngomong hal yang gak sepantesnya.
So, kemelut status pelajar baik yang menduduki peringkat terbawah (PAUD) sampai teratas (mahasiswa) gak kunjung teratasi. Disamping moral para pelajar yang luntur juga tata karma yang makin gak keliatan. Budaya Timur yang sedianya merupakan pedoman dan pegangan pun sudah tak dihiraukan lagi oleh orang jaman sekarang. Kemanakah perginya semua itu??? Yap terkikis jaman, ruang dan waktu. Pantaskah seorang pelajar yang notabene adalah seorang berpendidikan berkata jorok atau tidak sepantasnya? Pantaskah mereka menyandang gelar itu manakala emosi sendiri meletup letup dan sering berkelahi? Memang tidak semestinya juga kita memvonis itu semua kepada semuanya, karena disini tidak berlaku satu untuk semua dan semua untuk satu. Namun kembali lagi kedalam masyrakat. Sekali memvonis maka itulah yang akan melekat terus.
Kembali kepada pegangan sendiri, kenapa bisa sampai goyah? Ketika agama dirasa cukup, pelajaran tentang tata karma dari sekolah sudah memenuhi standard. Masih kecolongan juga?? Wah gawat ini… pergaulan anak jaman sekarang memang cukup mengkhawatirkan karena itulah pengawasan dari orang tua dirumah dan guru sebagai pengganti orang tua disekolah perlu dikembangkan disamping mengajarkan bagaimana cara menanggung dan jawab, menyadari konsekuensi atas apa yang dilakukan, dan bagaimana caranya harus hidup, dan membimbing mencari jati diri agar dia gak salah langkah dan malah kejerumus di lubang buaya. Tapi bukan berarti juga saking ngejaganya ampe tuh anak kayak dipingit. Dan untuk kita-kita juga, jangan cuman mau diayun-ayun ama orang tua aja, tapi kita juga harus belajar bagaimana caranya bertahan dan sering muter otak untuk keluwesan berfikir.
So, jangan stak disatu tempat. Pelajar adalah yang terpelajar. Pelajar adalah tingkah laku yang terpelajar, indera yang terpelajar dan budaya yang terpelajar. Pelajar adalah berbudaya. Dan ini berarti berfikir apapun harus terpelajar dengan tidak memandang disatu sisi saja tapi turut memandang disisi lainnya. Dan kita belajar untuk menjadi kritis dan menilai. Kritis pada yang harus dikritisi dan menilai untuk yang harus dinilai. Termasuk seberapa penting anda berkata tidak pantas dan tawuran.
Tawuran???
Gak keren ahk loe…
..^^..
Itulah celetukan seorang bapak-bapak manakala gue lagi di warteg. Saat kami sedang makan dan disuguhkan tawuran pelajar yang kembali nge trend di Jakarta ataupun kota-kota lainnya yang tayang di televisi. Terlebih kami mendengar celetukan yang sama ketika segerombol mahasiswa lewat didepan warteg sambil bercanda lalu ngomong hal yang gak sepantesnya.
So, kemelut status pelajar baik yang menduduki peringkat terbawah (PAUD) sampai teratas (mahasiswa) gak kunjung teratasi. Disamping moral para pelajar yang luntur juga tata karma yang makin gak keliatan. Budaya Timur yang sedianya merupakan pedoman dan pegangan pun sudah tak dihiraukan lagi oleh orang jaman sekarang. Kemanakah perginya semua itu??? Yap terkikis jaman, ruang dan waktu. Pantaskah seorang pelajar yang notabene adalah seorang berpendidikan berkata jorok atau tidak sepantasnya? Pantaskah mereka menyandang gelar itu manakala emosi sendiri meletup letup dan sering berkelahi? Memang tidak semestinya juga kita memvonis itu semua kepada semuanya, karena disini tidak berlaku satu untuk semua dan semua untuk satu. Namun kembali lagi kedalam masyrakat. Sekali memvonis maka itulah yang akan melekat terus.
Kembali kepada pegangan sendiri, kenapa bisa sampai goyah? Ketika agama dirasa cukup, pelajaran tentang tata karma dari sekolah sudah memenuhi standard. Masih kecolongan juga?? Wah gawat ini… pergaulan anak jaman sekarang memang cukup mengkhawatirkan karena itulah pengawasan dari orang tua dirumah dan guru sebagai pengganti orang tua disekolah perlu dikembangkan disamping mengajarkan bagaimana cara menanggung dan jawab, menyadari konsekuensi atas apa yang dilakukan, dan bagaimana caranya harus hidup, dan membimbing mencari jati diri agar dia gak salah langkah dan malah kejerumus di lubang buaya. Tapi bukan berarti juga saking ngejaganya ampe tuh anak kayak dipingit. Dan untuk kita-kita juga, jangan cuman mau diayun-ayun ama orang tua aja, tapi kita juga harus belajar bagaimana caranya bertahan dan sering muter otak untuk keluwesan berfikir.
So, jangan stak disatu tempat. Pelajar adalah yang terpelajar. Pelajar adalah tingkah laku yang terpelajar, indera yang terpelajar dan budaya yang terpelajar. Pelajar adalah berbudaya. Dan ini berarti berfikir apapun harus terpelajar dengan tidak memandang disatu sisi saja tapi turut memandang disisi lainnya. Dan kita belajar untuk menjadi kritis dan menilai. Kritis pada yang harus dikritisi dan menilai untuk yang harus dinilai. Termasuk seberapa penting anda berkata tidak pantas dan tawuran.
Tawuran???
Gak keren ahk loe…
..^^..
No comments:
Post a Comment