Perekonomian Indonesia bab II


Bab.2
Sejarah Ekonomi Sejak Orde Lama Hingga Era Reformasi

A. Pemerintahan Orde Lama
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan bisa member perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Karena hingga menjelang akhir 1940-an, Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda, yakni pada aksi Polisi I dan II. Setelah akhirnya pemerintahan Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia, selama decade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965, Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, seperti di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya, selama Pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hampir 7% selama decade 1950-an, dan setelah itu turun drastic menjadi rata-rata per tahun hanya 1,9% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestic bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Selain laju pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958, defisit saldo neraca pembayaran (BOP) dan defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintahan (APBN) terus membesar dari tahun ke tahun.
Selain tu, selama periode Orde Lam, keiatan paroduksi di sector pertanian dan sector industry manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nonfisik seperti pendanaan dari bank. Akibat rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300% menjelang akhir periode Orde Lama.
Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama pendudukan Jepang, Perang Dunia II, dan perang revolusi, serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah), ditambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sngat jelek selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan social dalam negeri ini sangat sulit sekali bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.
Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan Kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih gukden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada bulan Maret 1950 yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden Indonesia. Pada masa Kabinet Natsir (cabinet pertama dalam Negara kesatuan Republik Indonesia), untuk pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi, yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). RUP ini digunakan oleh cabinet berikutnya merumuskan rencana pembangunan ekonomi lima tahun (yang pada masa Orde Baru dikenal dengan singkatan Repelita). Pada masa Kabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan system kurs berganda. Pada masa Kabinet Wilopo, langkah-langkah konkret yang diambil untuk memulihkan perekonomian Indonesia saat itu diantaranya untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, malakukan “rasionalisasi” angkatan bersenjata melalui medernisasi dan pengurang jumlah personil, dan pengiritan pengeluaran pemerintah. Pada masa Kabinet Ami I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi walaupun kurang berhasil, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat. Selama Kabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi penting yang dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor, kebijkan uang ketat untuk menekan laju uang beredar, dan penyempurnaan Program Benteng, mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan modal (investasi) asing masuk ke Indonesia, pemberian bantuan khusus kepada pengusaha-pengusaha pribumi, dan pembatalan (secara sepihak) persetujuan Konferensi Meja Bundar sebagai usaha untuk menghilangkan system ekonomi colonial atau menghapuskan dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian Indonesia.
Berbeda dengan cabinet-kabinet sebelumya di atas, pada masa Kabinet Ali I, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti, selain mencanangkan sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-1960. Kurang aktifnya cabinet ini dalam bidang ekonomi disebabkan oleh keadaa politik di dalam negeri yang mulai goncang akibat bermunculan tekanan-tekanan dari masyarakat daerah-daerah di luar Jawa yang selama itu tidak merasa puas dengan hasil pembangunan di tanah air. Ketidakstabilan politik di dalam negeri semakin membesar pada masa Kabinet Djuanda, sehingga praktis cabinet ini juga tidak bisa berbuat banyak bagi pembangunan ekonomi. Perhatian sepenuhnya dialihkan selain untuk menghadapi ketidakstabilan politik di dalam negeri juga pada upaya pengambilan wilayah Irian Barat dari Belanda. Pada masa Kabinet Djuanda juga dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan Belanda.
Dilihat dari aspek politiknya selama Orde Lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami system politik yang sangat demokratis, yakni pada periode 1950-1959, sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak memberi sedikit pun kesempatan untuk membentuk suatu cabinet pemerintah yang solid dan dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya. Pada masa politik demokrasi tu (demokrasi parlemen), tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur setiap cabinet hanya satu tahun saja. Waktu yang sangat pendek dan disertai dengan banyaknya keributan tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-masalah social dan ekonomi yang ada pada saat itu, apalagi menyusun suatu program pembangunan dan melaksanakannya.
Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sector formal / modern seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang memiliki kontribusi lebih besar daripada sector informal / tradisional terhadap output nasional atau PDB didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relative lebih padat capital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan asing tersebut beralokasi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Struktur ekonomi seperti yang digambarkan di atas, yang boleh Boeke (1954) disebut dual socities, adalah salah satu karakteristik utama dari LDCs yang merupakan warisan kolonialisasi. Dualisme di dalam suatu ekonomi seperti ini terjadi karena biasanya pada masa penjajahan pemerintah yang berkuasa menerapkan diskriminasi dalam kebijakan-kebijakannya, baik yang bersifat langsung, seperti mengeluarkan peratura-peraturan atau undang-undang, maupun yang tidak langsung. Diskriminasi ini sengaja diterapkan untuk membuat perbedaan dalam kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara penduduk asli dan orang-orang nonpribumi / nonlocal.
Keadaan ekonomi Indonesia, terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi semasa penjajahan Belanda, ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang sangat tinggi pada decade 1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan tingkat inflasi yang sangat rendah dan stabil, terutama karena tingkat upah buruh dan komponen-komponen lainnya dari biaya produksi yang juga rendah, tingkat efisiensi yang tinggi di sector pertanian (termasuk perkebunan), dan nilai mata uang yang stabil.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang dilakukan pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal periode ‘Ekonomi Terpimpin’. System politik dan ekonomi pada masa Orde Lama, khususnya setelah ‘Ekonomi Terpimpin’ dicangangkan, semakin dekat dengan haluan / pemikiran sosialis / komunis. Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila, pengaruh ideology komunis dan Negara bekas Uni Soviet dan Cina sangat kuat. Sebenarnya pemerintah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang memilih haluan politik berbau komunis, hanya merupakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, antiimprelisasi, dan antikapitalisasi pada saat itu. Di Indonesia pada masa itu, prinsip-prinsip individualism, persaingan bebas, dan perusahaan swasta / pribadi sangat ditentang, karena oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya, prinsip-prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapat dari Negara-negara Barat, baik dalam bentuk pinjaman maupun penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya, Indonesia sangat membutuhkan dana penanaman modal asing di Indonesia berasal dari Belanda, yang sebagian besar untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkait.
Selain kondisi politik di dalam negeri yang tidak mendukung, buruknya pereknomian Indonesia pada masa pemrintahan Orde Lama juga disebabkan oleh keterbatasan factor-faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan / keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industry), teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan Higgins (1957), sejak cabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industry, unifikasi dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat keterbatasan akan factor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan rekonstruksi ekonomi Indonesia setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik.
Pada akhir September 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politi yang drastic di dalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah system ekonomi yang dianutu Indonesia pada masa Orde Lama, yakni dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis (kalau tidak, dapat dikatakan ke system kapitalis sepenuhnya). Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 menganut suatu system yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideology Pancasila. Akan tetapi, dalam praktek sehari-hari pada masa pemerintahan Orde Baru dan hingga saat ini, pola perekonomian nasional cenderung memihak system kapitalis, seperti di Amerika Serikat (AS) atau Negara-negara industry maju lainnya. Karena pelaksanaannya tidak baik, maka mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di tanah air yang terasa semakin besar hingga saat ini, terutama setelah krisis ekonomi.

B. Pemerintahan Orde Baru
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan social di tanah air. Pemerintahan Orde Baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh ideology komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter International (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh Negara-negara Barat. Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter-Government Group on Indonesia (IGGI), yang terdiri atas sejumlah Negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam waktu yang relative pendek setelah melakukan perubahan system politiknya secara drsatis, dari yang ‘pro’ menjadi ‘anti’ komunis, Indonesia mendapat bisa mendapat bantuan dana dari pihak Barat. Pada saat itu memang Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang sangat anti komunis dan sedang berusaha secara serius melakukan pembangunan ekonominya yang kelihatan jelas di mata kelompok Negara Barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menganggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut.
1.                  Kemauan politik yang kuat
Pada masa Orde Lama, mungkin karena Indonesia baru saja merdeka, emosi nasionalisme baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat masih sangat tinggi, dan yang ingin ditonjolkan pertama kepada kelompok Negara-negara Barat adalah “kebesaran bangsa” dalam bentuk kekuatan militer dan pembangunan proyek-proyek mercusuar.
2.                  Stabilitasi politik dan ekonomi
pemerintahan Orde Baru berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi dari sekitar 500% pada tahun 1966 menjadi hanya sekitar 5% hingga 10% pada awal decade 1970-an. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok-kelompok masyarakat serta menyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan social adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.
3.                  Sumber daya manusia yang lebih baik
Dengan SDM yang semakin baik, pemerintahan Orde Baru memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakna-kebijakn yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.
4.                  System politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat
Pemerintahan Orde Baru menerapkan system politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat membantu, khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, penanaman modal asing, dan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.
5.                  Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Selain oil boom, juga kondisi ekonomi da politik dunia pada era Orde Baru, khususnya setelah perang Vietnam berakhir atau lebih baik daripada semasa Orde Lama.
Akan tetapi, hal-hal positif yang diterangkan di atas tidak mengatakan bahwa pemerintahan Orde Baru tanpa cacat. Kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta fundamental ekonomi yang rapuh.

 C.   PEMERINTAHAN TRANSISI
Tanggal 14 dan 15 Mei 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”.  Mereka mengambil sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek.  2 Juli 1997 bank sentral Thailand terpaksa mengumumkan nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dengan dolar AS. Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya pada pasar.  Hari itu juga pemerintah Thailand meminta bantuan IMF.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara asia lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia.  Rupiah Indonesia  mulai terasa goyang sekitar Juli 1997 dari Rp.2500 menjadi Rp.2650 per dolar AS.  Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil.
Sekitar September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional.  Untuk mencegah agar keadaan tidak bertambah buruk, pemerintah orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, di antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp.39 trilyun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi perubahan nilai rupiah tersebut.  Awalnya pemerintah berusaha menangani krisis rupiah ini dengan kekuatan sendiri.  Akan tetapi setelah menyadari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri, lebih lagi karena cadangan dolar AS di BI mulai menipis karena terus digunakan untuk intervensi untuk menahan atau untuk mendongkrak kembali nilai tukar rupiah.  8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan dari IMF.  Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Thailand, Filiphina dan Korea Selatan.
Akhir Oktober 1997 IMF mengumumkan paket bantuannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar dolar AS, 23 milyar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama (front line defence).  Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi yang ditentukan oleh IMF, pemerintah mengumumkan pencabutan ijin usaha 16 bank swasta  yang dinilai tidak sehat.  Ini merupakan awal kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang menjelma menjadi krisis  ekonomi akhirnya menimbulkan krisis politik yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka.  21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya BJ.Habibie. 23 Mei 1998 presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal terbentuknya pemerintahan transisi.

D.    PEMERINTAHAN REFORMASI

Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan.  Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0 % dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5 %.
Selama pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan social yang bernuansa disintegrasi dan sara terus berlanjut, misalnya pemberontakan di Aceh, Maluku, dsb. Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri, juga pertikaian elit politik semakin besar.
Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU no.23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, penetapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya.  Tidak tuntasnya revisi tersebut menyebabkan IMF menunda pencairan bantuannya, padahal roda perekonomian nasional saat itu bergantung  pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan bangkrut oleh Paris Club (negara-negara  donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia  dengan kondisi perekonomian yang semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali hutangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo pada 2002.  bahkan Bank Dunia  juga mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.

E. Pemerintahan Gotong Royong
 Pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan pemerintahan gotong royong. Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri hanya berlangsung selama tiga tahun (2001–2004). Namun, pada masa pemerintahan presiden wanita Indonesia pertama ini banyak terjadi kasus-kasus yang kontroversial mengenai penjualan aset negara dan BUMN. Pada masanya, Megawati melakukan privatisasi dengan alasan untuk menutupi utang negara yang makin membengkak dan imbas dari krisis moneter pada 1998/1999 yang terbawa sampai saat pemerintahannya. Maka, menurut pemerintah saat itu, satu-satunya cara untuk menutup APBN adalah melego aset negara. Privatisasi pun dilakukan terhadap saham-saham perusahaan yang diambil alih pemerintah sebagai kompensasi pengembalian kredit BLBI dengan nilai penjualan hanya sekitar 20% dari total nilai BLBI. Bahkan, BUMN sehat seperti PT Indosat, PT Aneka Tambang, dan PT Timah pun ikut diprivatisasi. Selama tiga tahun pemerintahan ini terjadi privatisasi BUMN dengan nilai Rp3,5 triliun (2001), Rp7,7 triliun (2002), dan Rp7,3 triliun (2003). Jadi, total Rp18,5 triliun masuk ke kantong negara. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi penurunan jumlah utang negara dengan salah satu sumber pembiayaan pembayaran utangnya adalah melalui penjualan aset-aset negara. Pada 2001 utang Indonesia sebesar Rp1.273,18 triliun turun menjadi Rp1.225,15 triliun pada 2002, atau turun sekitar Rp48,3 triliun. Namun, pada tahun-tahun berikutnya utang Indonesia terus meningkat sehingga pada 2004, total utang Indonesia menjadi Rp1.299,5 triliun. Rata-rata peningkatan utang pada tiga tahun pemerintahan Megawati adalah sekitar Rp. 25 triliun tiap tahunnya.
Mulai pertengahan 2001 dengan kondisi:
a)SBI 17%
b) Bunga deposito 18%
c) Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5% dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan revisi APBN
d) Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA)., ketidakstabilan politik, dan belum ada kepastian hokum.

F. Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (SBY-JK)

Muncul beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah seperti, Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas.

G. Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II (SBY-BOEDIONO)

Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini, yakni BI rate, nilai tukar, operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas, serta makroprudensial lalu lintas modal.

Sumber: 
http://tiwimuliawan.blog.com/2009/10/13/ekonomi-indonesia/
http://dyan11.blogspot.com/2011/02/sejarah-perekonomian-indonesia-pada.html


Girls Generation Gee Super Junior

Girls Generation Gee Super Junior

HD | MV Super Junior-M (슈퍼주니어-M) - 太完美 (Too Perfect)

少女時代-Oh! & Run Devil Run[完整劇情].avi

BAB 1


BAB I
“ Sistem Perekonomian Indonesia “
Sub Pokok Bahasan:
1. Arti Sistem
2. Perkembangan Sistem Perekonomian di Indonesia

1. Arti Sistem
                Sebuah system pada dasarnya adalah suatu “ organisasi besar “ yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tantanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah system dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu system social atau system kemasyarakatan, mahkluk-mahkluk atau benda alam untuk suatu system kehidupan atau system lingkungan, barang atau alat, untuk suatu system peralatan; data, catatan, atau kumpulan fakta, untuk suatu system informasi; atau bahkan kombinasi dari objek-objek tersebut. Himpunan subjek atau objek itu belum dapat disebut sebagai suatu system apabila tidak ada perangkat kelembagaan.
                Perangkat kelembagaan yang dimaksud meliputi wadah atau tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan subjek (objek tersebut agar serasi)
 1.1 Sistem Ekonomi dan Sistem Politik
                System ekonomi sendiri adalah suatu system yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan.
                Sebagai bagian dari suprasistem kehidupan, system ekonomi berkaitan erat dengan system-sistem social lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Di dunia ini terdapat kecendurungan umum bahwa system ekonomi disebuah Negara “bergandengan tangan” dengan system politik di Negara bersangkutan, ideology ekonomi berjalan seiring dengan ideology politik.
                System ekonomi suatu Negara dikatakan bersifat khas, sehingga bisa dibedakan dari system ekonomi yang berlaku atau diterapkan di Negara lain, berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti:
1. system pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi,
2. keleluasan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain dan untuk menerima imbalan atas prestasi kerjanya,
3. kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan, dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.
2. Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
                Secara garis besar, didunia ini pernah dikenal dua macam system ekonomi yang ekstrem, system ekonomi kapitalis dan system ekonomi sosialis.
                System ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individu atas sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Setidak-tidaknya terdapat keleluasan yang sangat longgar bagi orang-per orangan dalam atau untuk memiliki sumberdaya. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh system kapitalis ialah “setiap orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya”. Campur tangan pemerintah atau Negara sangat minim. Pemerintah lebih berkedudukan sebagai “pengamat” dan “pelindung” pereknomian.
                System ekonomi sosialis adalah sebaliknya. Sumber daya ekonomi atau faktor produksi diklaim sebagai milik Negara. System ini lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian. Imbalan yang diterimakan pada orang perorangan didasarkan pada kebutuhannya, bukan berdasarkan jasa yang dicurahkan. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh system ekonomi sosialis adalah “setiap orang menerima imbalan yang sama”. Kadar campur tangan pemerintah sangat tinggi. Justru pemerintalah yang menentukan dan merencanakan tiga persoalan pokok ekonomi [what (apa yang harus diproduksi), how (bagaimana memproduksinya), dan for whom (untuk siapa diproduksi)].
                Dalam terminology teori mikroekonomi, system ekonomi kapitalis menyandarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas), meyakini kemampuan “the invisible hand”, dimana semuanya tergantung pada pasar.
                Sedangkan pada system ekonomi sosialis adalah sebaliknya, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat, dan pemerintah secara aktif ikut bermain dalam system ini. Yang perlu ditekankan pada system ini adalah system ini bukanlah system ekonomi yang tidak memandang peranan capital.
                Diantara kedua ekstrem system ekonomi tersebut, terdapat sebuah system lain yang merupakan “campuran” antara keduanya, dengan berbagai variasi kadar dominasinya, dan juga dengan berbagai macam istilah lainnya. System ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh Negara-negara berkembang atau Negara-negara di Dunia Ketiga. Beberapa diantaranya cukup konsisten meramu resep campurannya; dalam arti kadar kapitalismenya selalu lebih tinggi (contohnya filiphina), atau bobot sosialismenya senantiasa lebih besar (contohnya India).

sumber: Dumairy (Perekonomian Indonesia)

tugas agama


Nama   : Christina A. S.
NPM   : 21210583
Kelas   : 1 EB 17
“ Keberatan kaum Non Katolik terhadap Gereja Katolik “

            Agama adalah suatu pegangan dan pedoman dalam hidup. Pengarah akan kehidupan baik menurut sang pencipta untuk menciptakan manusia yang lebih beradab dan berakhlak. Namun dewasa ini pertentangan agama yang marak muncul menjadikan garis tipis perbedaan agama pun menjadi nampak jelas.
            Sang kaum mayoritas yang bertentangan dengan kaum minoritas. Padahal bila ditilik lebih jauh jika kita mengesampingkan tittle agama kita maka tidak ada perbedaan yang sangat mencolok.
            Kaum katolik sebagai kaum minoritas pun sedikitnya menjadi perbincangan hangat manakala Nonkatolik yang “rasanya” gencar mengusik ketenangan kaum Katolik. Namun ini semua adalah akibat ulah dari individu atau suatu kelompok yang sangat tidak bertanggung jawab. Karena kita adalah satu dalam naungan ciptaannya.
            Begitu banyak kontroversi yang terkonfrontasi dan berakibat perdebatan panjang. Sebutlah kontroversi tentang pelarangan rumah ibadat yang untungnya dapat diselesaikan dengan cukup damai walau sempat terjadi hal yang tidak mengenakkan, tentang tata cara ibadat, kawin campur, Bunda Maria, Penyembahan patung dan penggunaan nama Allah pada Umat Katolik di Malaysia yang berujung cukup panjang.
            Namun saya akan membahas tentang penggunaan nama Allah di tanah melayu, Malaysia yang sangat ditentang keras bahkan dinaikkan dalam Pengadilan Tinggi Malaysia. Walaupun dirasa cukup lama tragedy ini telah lama berlangsung dan telah selesai, namun seyogyanya ini menjadi perhatian mendasar bagi kita semua.
            Penggunaan kata Allah yang sering kita dengar memang sangat lumrah, karena itu berarti Tuhan, sang pencipta dan sebagainya. Namun penggunaannya oleh kaum Kristiani di tanah Malaysia oleh kaum muslim dan pemerintah Malaysia dianggap tidak pantas dan sangat dilarang keras. Bahkan di sebagian daerah Malaysia, diluar Islam penggunaan bahasa-bahasa yang berkaitan dengan Islam dilarang. Karena Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi Negara dimana melayu adalah identik dengan muslim, dan perlindungan tentang akidah Islam sangat ditekankan.
            Karena undang-undang yang sangat keras itulah maka pemerintah Malaysia pernah menyita belasan ribu alkitab yang diimpor dari Indonesia karena dalam penterjemahannya menggunakan kata Allah.

laporan bazar


LAPORAN HASIL BAZAR
WAROENK BANDUNG
TAHUN PEMBELAJARAN 2009/2010

























KELOMPOK 1
NAMA KELOMPOK :
    1. Ade Putri Rizky
    2. Asriyatul Rizky
    3. Asti Januari
    4. Christina Ayu Septiarini
    5. Dedeh Syaripah

KELAS 3 PN A

SMK PATRIOT 2 BEKASI
Jl. Kalibaru Timur, Bekasi Barat
I.                 Latar Belakang

Dewasa ini perekonomian makin berkembang dan rasa wirausaha pun semakin didedikasikan terhadap kehidupan. Begitu pula pada metode pendidikan kini,para pelajar tidak dituntut hanya belajar saja tapi jaga dituntut berkembang dengan jiwa wirausaha. Terlebih pada jurusan pemasaran.

Pada kompetensi ini kami mengadakan praktek penjualan melalui bazaar. Adapun produk yang kami jual adalah somay dan pop ice karena kami melihat peluang dan prospek jual yang tinggi. Tidak adanya pesaing, harga yang terjangkau, rasa yang lezat dan nikmat pun menjadi pemacu kami untuk menjual produk ini.

Semoga saja dengan diadakan bazaar dan pembuatan proposal ini dapat membantu para siswa/I untuk lebih mengembangkan daya kreatif wirausaha mereka agar kedepannya ketika terjun ke masyarakat dapat menerapkannya.

II.               Keunggulan produk

Disini kami memiliki beberapa keunggulan dari produk yang kami jual yaitu :
1.      Makanan SBY
v  Murah
v  Rasa lezat
v  Warna menarik

2.      Minuman POCEKO
v  Menyegarkan
v  Campuaran rasa yang nikmat
v  Variasi campuran












III.             SKETSA/GAMBAR KERJA

                            PRODUKSI



                       PEMILIHAN BAHAN



                         

                           PEMBELIAN BAHAN



                                       
                          PENGOLAHAN
                       


                        PROSES PRODUKSI



                                                                
                                     PROSES
                           PEMBUNGKUSAN




                           PROSES PENYAJIAN





                                   PENYAJIAN                                     KONSUMEN
IV.           KELENGKAPAN ADMINISTRASI DAN PRODUK YANG AKAN DIJUAL

A.    KELENGKAPAN ADMINISTRASI
NO
NAMA
1
Daftar Harga
2
Brosur
3
Nota
4
Pembungkus
5
Buku penjualan
6
Laporan penjualan
7
Daftar persediaan

B.     PRODUK YANG AKAN DIJUAL
1)      SBY (SIOMAY BANDUNG YUAMMY)
NO
NAMA PRODUK
HARGA SATUAN
BANYAK
JUMLAH
1
Siomay
Rp 2.000,00
15
Rp 30.000,00
2
Siomay+Telur
Rp 2.500,00
12
Rp 30.000,00

2)      POCEKO
NO
NAMA PRODUK
HARGA SATUAN
BANYAK
JUMLAH
1
Poceko
Rp 2.000,00
27
Rp 54.000,00








V.              FASILITAS/PERALATAN

NO
NAMA ALAT
JUMLAH
1
Ruang jual/area
1
2
Produk yang dijual
-
3
Meja
2
4
Kursi
2
5
Taplak meja
2
6
Pembungkus
1
7
Blender
1
8
Listrik
1
9
Panic
1
10
Kompor
1
11
Pisau
1
12
Alat tulis
1
13
Lilin
2
14
Vas bunga
1























VI.             PROSES KERJA

Ø Bahan

a)      SBY (Siomay Bandung Yuammy)
1.      Daging ikan tenggiri                                                        
2.      Bumbu dapur                                                                   
3.      Tepung sagu tani                                                              
4.      Kacang tanah                                                                   
5.      Telur ¼ Kg                                                                                   
6.      Labu siam                                                                         
7.      Minyak sayur                                                                   
8.      Cuka                                                                                 
9.      Jeruk limau                                                                       
10.  Chicken powder                                                               
                                                                                                                       
b)      POCEKO
1.      Pop ice coklat                                                                   
2.      Gula pasir ¼ kg                                                                
3.      Oreo                                                                     
4.      Keju                                                         
5.      Agar         



Ø Alat
                                                           
a)      SBY (siomay bandung yuammy)
1.      Mika plastic                                                          
2.      Garpu plastic                                                                    
3.      Tisu makan                                                                       
                                               
b)      Poceko
1.      Gelas                                                        
2.      Tutup cup                                                                         
3.      Sedotan                                                                            










  1. CARA MEMBUAT SBY ( SIOMAY BANDUNG YUAMMY )
-      Aduk daging ikan tenggiri halus dengan bumbu-bumbu halus, Tuang telur aduk rata
-      Tambahkan labu siam, aduk rata lalu tuangkan tepung sagu tani , aduk rata, sisikan
-      Bentuklah adonan siomay tersebut, bias menggunakan 2 sendok dibolak-balik atau dengan menggunakan tangan dibentuk seperti bola-bola . kukus selama 20 menit
-      Ambil tahu yang sudah digoreng, kemudian kerat-keratkan dengan garpu dan tempelkan dengan adonan tersebut . kukus selama 30 menit

Ø    Cara membuat bumbu siomay

-      Haluskan cabai merah dan bawang putih
-      Panaskan minyak sayur, tumis cabai dan bawang putih yang sudah dihaluskan
-      Biarkan hingga wangi
-      Masukan kacang tanah halus dan air matang, aduk rata hingga mendidih
-      Matikan api tambahkan garam , cuka dan gula

  1. Cara membuat pop ice

-      Buka bungkus popice, masukan kedalam blender
-      Campurkan dengan air dan gula secukupnya
-      Masukan batu es yang sudah dipotong kecil-kecil, setelah itu blender .
-      Kemudian masukan potongan oreo kedalam blender, jangan terlalu lama memblender agar oreo tidak terlalu hancur
-      Terakhir, campurkan agar-agar dan parutan keju
-      Siap disajikan
















VI.           RENCANA ANGGARAN BIAYA

  • Biaya bahan baku
c)      SBY (Siomay Bandung Yuammy)
11.  Daging ikan tenggiri                                                         Rp  10.000,00
12.  Bumbu dapur                                                                    Rp    3.000,00
13.  Tepung sagu tani                                                               Rp    8.000,00
14.  Kacang tanah                                                                    Rp    5.000,00
15.  Telur                                                                                  Rp    7.000,00
16.  Labu siam                                                                          Rp    3.000,00
17.  Minyak sayur                                                                    Rp    5.000,00
18.  Cuka                                                                                  Rp    2.000,00
19.  Jeruk limau                                                                        Rp    3.000,00
20.  Chicken powder                                                                Rp    5.000,00
+
                                                                                                                        Rp  54.000,00

d)     POCEKO
6.      Pop ice coklat                                                                    Rp   7.500,00
7.      Gula pasir ¼ kg                                                                 Rp   2.000,00
8.      Oreo                                                                                  Rp   8.000,00
9.      Keju                                                                                  Rp   5.000,00
10.  Agar                                                                                  Rp   1.200,00
+
                                                                                                                        Rp 23.700,00

  • Biaya peralatan
c)      SBY (siomay bandung yuammy)
4.      Mika plastic                                                                       Rp   3.000,00
5.      Garpu plastic                                                                     Rp   1.000,00
6.      Tisu makan                                                                        Rp   2.000,00
+
                                                                                                                        Rp   6.000,00

d)     Poceko
4.      Gelas                                                                                 Rp   4.500,00
5.      Tutup cup                                                                          Rp   4.500,00
6.      Sedotan                                                                             Rp   2.300,00
+
                                                                                                                        Rp 11.300,00






  • Jumlah seluruh harga jual produk adalah                                            Rp114.000,00
  • Modal  :  a. SBY (Siomay bandung yuammy)                                    Rp  60.000,00
   b. POCEKO                                                                         Rp  35.000,00
   c. brosur                                                                               Rp    5.000,00
                                                                                                                                                +
                                                                                                                        Rp100.000,00

·         Laba = Jumlah seluruh harag jual produk –  modal
               =             Rp 114.000,00                               -  Rp 100.000
               = Rp 14.000,00

·         Presentase laba
            Laba
                             X 100%
                        Modal

                        Rp 14.000,00                               
                                                 X 100% = 14%
                        Rp 100.00,00




























FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

Ø  Faktor pendukung yang mendukung dalam pelaksanaan bazaar ini adalah:
v  Harga terjangkau oleh konsumen.
v  Penampilan dan penataan produk yang menarik pihak konsumen.
v  Barang yang di pasarkan telah tersedia di pasaran.
v  Tempat dan lokasi yang strategis.


Ø  Hambatan yang penyusun hadapi dalam pelaksanaan bazaar adalah:
v  Persaingan ketat antara para penjual.
v  Faktor ekonomi yang tidak sesuai untuk konsumen berbelanja.
v  Cuaca yang terkadang tidak mendukung.
v  Waktu yang singkat untuk memasarkan produk kepada konsumen.




VII.       SASARAN PASAR/PENGGUNA
Sasaran pasar/pengguna produk yang kami jual adalah sebagai berikut :
1.      Konsumen di sekitar lapangan SMEA
2.      Guru SMEA
3.      Siswa/i Yayasan Patriot
4.      Staf yayasan
5.      Teman-teman




















VIII.        KESIMPULAN DAN SARAN

v  Kesimpulan dari laporan yang telah di buat ini adalah :
1.      Adanya kelengkapan administrasi dan produk yang di jual.
2.      Adapun proses kerja yang di lakukan.
3.      Perhitungan biaya dan harga produk.
4.      Adanya faktor pendukung dan penghambar yang di terima seorang prmuniaga.
5.      Didalam pemasaran kita harus memiliki sasaran pemasaran agar nanti dalam pelaksanaan kita tidak bingung lagi,sasaran pasar/pengguna adalah :
o        Konsumen di sekitar lapangan SMEA
o        Guru SMEA
o        Siswa/i Yayasan Patriot
o        Staf yayasan
o        Teman-teman



SARAN

v  Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Untuk pihak sekolah.
Ø  Kepada pembmbing diharapkan dapat mengawasi peserta didiknya dapat mengetahui bagaimana pasangan didalam dunia keja.
2. Untuk peserta didik.
Ø  Supaya lebih berpotensi luas dalam mengembangkan pola pikir yang sehat dan kemampuan yang dimiliki dalam dunia kerja dan harus mampunyai yang lebih ,bukan hanya sekedar keterampilan yang diberikan dan kita harus lebih aktif,kreatif dan inisiatif.
Ø  harus percaya diri dalam memasarkan suatu produk kepada konsumen.