Showing posts with label #KisahKasih. Show all posts
Showing posts with label #KisahKasih. Show all posts
Sumber

Sore kawan,

Di senja satu hari sebelum ini datanglah kawan menitipkan surat, aku bertanya
"pada siapa harus kusampaikan"
Seulas senyum lalu dia mengatakan,
"pada Cintalah kamu harus menyampaikannya"

Dengan segala kerendahan hati semesta aku pun memberanikan diri membuka surat itu, mengintip siapa yang dimaksud dengan Cinta itu.
Beginilah bunyinya..

Kata orang cinta itu membutakan,
Kata orang cinta itu tidak kenal akal,
Kata orang cinta itu hilang logika,
Kata orang proses asmara itu diuji dari bagaimana mempertahankan sebuah hubungan.
Entah kalian setuju atau tidak, aku yang hanya mengikuti angin berdiri setuju.

Meski banyak orang bilang hubunganku adalah sia-sia, banyak yang bilang bahwa keegoisan sepihak menyebabkan pihak lain terluka.
Aku tetap bertahan.
Bertahan pada pilihan yang sudah kupilih.

Awalnya aku tidak menyadari sosok itu, sosok yang rupanya sudah ada disana sedari dulu.
Aku sama sekali tidak mengenalnya.
Pertemuan itu bermula bagaimana aku mengikuti kegiatan kampus dan ada satu bagian dimana kami mendapatkan mentoring.
Di ujung kantin ada dia dan mentor kelompokku.
Aku berfikir untuk menghabiskan waktu dan sekedar duduk bersama tidak ada salahnya.
Aku duduk bersama mentorku dan dia.
Dia yang akhirnya menjabat tanganku untuk pertama kalinya.
Saling bertukar nama, bertukar pandang dan aku tidak merasakan apa-apa.


Ketika usia sudah semakin meninggi dan kurasakan aku menginginkan orang yang serius padaku,
bukan hanya ingin mengencaniku saja namun juga ingin hidup bersamaku.
Gadis di usia cukup menikah memang lebih rentan yaa..

Kadang aku berfikir begitu sembari membereskan pekerjaanku dan melihat banyak pasangan berlalu lalang. Aku tidak mengharapkan muluk-muluk, hanya seseorang yang bisa menerima dan bisa kuterima apa adanya.

Dia yang kini akhirnya bersamaku pun bukan seseorang yang aku harapkan statusnya. Kami berkenalan melalui media sosial. Awalnya hanya sebuah kekeliruan.
Dia berfikir aku menyapa duluan, aku hanya memaklumi bagaimana dia yang pertama kali memakai aplikasi itu bertindak demikian.
Awalnya tidak ada pengharapan, respect dan apapun itu. Rasaku masih menjadi rasa sendiri dan dia sama sekali bukan apa yang aku perkirakan.
Kami mengobrolnya pun layaknya teman biasa, tidak berbau asmara ataupun mengarah ke arah yang serius.
Kadang kukatakan pada dunia, bahwa keadilan itu tidak ada sama sekali.
Tidak bersuara salah,
Bersuara salah,
Lalu letak keadilan dimana?
Tidak berhati salah,
Berhati pun salah,
Lalu letak keberadaan itu dimana?

Sungguh awal tulisan yang sungguh emosional bukan?
Karena dunia yang sangat rumit, kompleks dan sungguh terkotak-kotak.
Beberapa kepala berteriak kesetaraan, beberapa mencibir, beberapa nyinyir dan segalanya tetap pada posisinya.
Cinta datang silih berganti, yang baru atau yang lama, yang telah hilang lalu kembali begitu saja.
Meminta kembali lalu mengulang hal yang sama,
Aku lelah.

Pernah satu kali ku bertanya pada Tuhan, haruskah aku kembali pada yang terdahulu yang telah menyakitiku atau aku memang harus menunggu?
Menunggu itu bukanlah perkara mudah, bukan hal gampang.
Bukan ketika kamu bilang, "Ya, aku tunggu".
Nyatanya aku malah teronggok di ujung kamar, merasa begitu sepi.

"Ku kenalin ke temenku aja ya. Siapa tau jodoh"
Sebaris kata manis seorang kawan membuatku meragu berfikir sebentar.
Tak lama aku mengiyakan dan masih dalam keraguan yang sama.



Malam telah berlalu, udara pagi datang. Dari sela pintu kulihat mentari cahaya telah bersinar.
Perasaanku tak kunjung menghangat seiring datangnya mentari.
Kupeluk guling disebelahku, tetap saja tidak hangat.
Ah, rupanya bukan badanku yang kedinginan namun hatiku yang sudah membeku.
Dinginnya menjalar sampai tulang-tulangku.

Kisah ini terasa begitu lama atau memang aku belum sungguh ikhlas melupakannya?
3 tahun kami bersama.
3 tahun kami saling adu pendapat dan hati
Begitu banyak kenangan terjalin, setiap hari selalu berbeda dan penuh warna, karena ada dia.

Entah mana yang lebih menyakitkan, diberi harapan palsu atau takut mengungkapkan apa yang dirasa.
Kisah kasihku mungkin tidak sedramatis seperti di film-film atau drama percintaan kalian.
Bahkan di jeda kesendirianku selama 2 tahun, mungkin aku bukan apa-apa.

Aku selalu merasa, aku bukan apa-apa.
Sampai dia datang..
Mengubah kecanggunganku, mengubah segalanya, memporakporandakan kebimbanganku..

Beranjak dari komunitas sosial media aku dan dia berkenalan.
Dia mulai duluan menyapa, heran adalah apa yang kurasakan.
Ada apa gerangan, siapakah dia.


Semua orang ingin bahagia, siapa yang tidak mau.
Semua orang ingin hal-hal yang membuatnya tersenyum kecil ataupun tertawa lebar lalu seterusnya mengenang hal itu, siapa yang tidak mau.

Aku pun begitu.

Pernah kutatap langit lalu berkata kapan sang jodoh akan datang menyapa. Sudah terlalu banyak lelaki sekejap mata bilang aku cantik dan lainnya, sekejap kemudian berfikir ulang. Katanya aku manis ramah dan mudah diajak berteman. Ah, temanku sudah banyak. Aku butuh orang yang kurindukan.

"Rasa sakitmu akan cinta mungkin masih begitu membekas, namun katamu denganku, kamu kembali percaya dengan rasa itu hingga hilang sakitmu"

Memiliki seseorang untuk digandeng bukan perkara sulit bagiku, yang sulit adalah membuat komitmen dan menjadikan mereka akhir bagiku.
Pernah satu kali aku berfikir kelak aku akan menikah dengan siapa, punya anak dengan siapa, siapa yang akan menjadi menemani hari tuaku, seperti apa rupanya. Meski berganti-ganti pasangan ada kerinduan untuk menetap dalam satu hati, yang membuatku seutuhnya bertahan dengannya.

Terakhir ketika kugenggam tangan seseorang, aku selalu merasakan hubungan yang sia-sia. Cinta yang tergapai namun tidak akan ada kisah akhir. Aku menimang hati yang ragu, pikiran yang galau dan kuputuskan untuk sendiri dulu.
3 Bulan kujalani sendiri dan aku merasa tidak apa-apa, timbul pertanyaan apakah memang aku pernah menyukai seorang dengan rasa yang lebih, hati yang merindu begitu kuat dan mendamba?

Sumber


Menurut gue ini adalah salah satu film lama dari berderet-deret film bagus yang gue tahu.
Ratingnya emang gak lewat 7 di IMDB tapi layak ditonton (menurut gue).

Ceritanya diawali oleh seorang gadis belia yang udah nginjek angka 26, dimana teman-temannya sudah memiliki pasangan atau bahkan menikah. Gak jauh kayak di Indonesia lah, dimana ketika lu nginjek umur 25 aja kayaknya beneran mau nginjek-nginjek itu umur karena undangan berderet tiap minggu sedangkan pasangan aja gak punya.

Nah si Alice ini, pindah ke New York untuk bekerja dan ketemu Robin (Rebel Wilson, gue seneng banget sama orang satu ini, gendut tapi percaya diri, dia membuat gue yakin bahwa gak ada siapapun yang bisa ngejudge orang lain kalau memang kita tidak mengijinkannya) di firma hukum yang memperkerjakan Alice.
Ketika kerja disini, ini adalah saat Alice dan pacarnya memilih break dulu (istirahat dalam pacaran, artinya tidak saling menghubungi dan memilih sendiri dulu).

Disinilah Robin yang melajang dan Alice yang sedang break merajut pertemanan tidak biasa. Melakukan hal-hal gila yang memang tidak bisa dinalar Alice awalnya. Ini juga yang menjadi titik awal bertemunya Alice dengan Tom pemilik kafe, lelaki yang tidak mempercayai hubungan dan lebih senang menjalani hubungan tanpa terikat.
Karena ketika semua orang meragukan hubunganku dengannya, malah semakin besar rasaku untuk terus bersamanya.

Entah apa yang menguatkanku untuk bertahan dengannya, apakah rasa yang kupunya semakin besar atau memang hati yang semakin sulit untuk melepasnya.

Aku memanggilnya Pelangi,
Dia memanggilku Bintang.

Bagai Pelangi, selalu bersinar sehabis hujan dengan warna indahnya. Dia menyejukkan dan membuat hariku gembira ria.

Katanya aku seperti Bintang, membuat malamnya yang sepi selalu bersinar.
Tadinya kamu bukan siapa-siapa bagiku,
hanya adik kelas.
hanya sebatas mengenalmu saja.
hanya oh kamu jurusan ini.
hanya itu saja.

Kupikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi,
Kupikir hanya sebatas mengenalmu seperti teman yang lain,
Tidak ada rasa spesial bagiku,
Tidak ada rasa lebih untukmu.

Sampai saat kita kembali dipertemukan dalam keadaan yang membuatku melihatmu, menyadari keberadaanmu.
Ditempat kerja kita lebih mengenal, dari obrolan ringan mengenai jurusan masing-masing dan kebetulan dosen yang sama.
Obrolan ringan yang kita bawa dari satu menu ke menu makanan lain, dari satu tempat duduk ke tempat duduk lain, dari candaan sampai curhatan.
dari rasa nyaman luar biasa bersamamu.
Semua orang memiliki hidupnya, dari yang biasa saja atau merasa dirinya tidak biasa.
Dari yang selalu mengantarkan kebahagiaan bagi orang lain atau kemuraman.
Dari yang berkata segalanya tidak baik-baik sampai pada orang dengan dunia positif.

Ada yang depresi,
Ada yang tidak menyukai kehidupan ini,
Ada yang membencinya,
Ada yang kesepian,
Ada yang merasa selalu sendiri,
Ada yang pura-pura bahagia.

Kamu bagian yang mana?
Aku bagian yang mana?

Dia itu orang yang seenaknya saja, datang tanpa diundang pergi begitu saja.
Aku sendiri hidup dalam dunia keteraturan, pola makan teratur, tidur teratur, aku menyukai keteraturan.
Dia tiba-tiba datang lalu pergi begitu saja, sebenarnya sikap macam apa itu?
Masalahnya bukan cara dia menghilang atau mengapa dia menghilang, masalah yang paling berat adalah ketika dia hilang dia membawa setengah hatiku.
Terdengar melankolis untuk ukuran laki-laki memang, tapi itulah yang terjadi.

Pagi itu jam 06.00, aku dan sepedaku telah siap didepan rumahnya. Seperti biasa aku menjemputnya untuk pergi ke sekolah bersama. Memang hari itu rumahnya terlihat tidak biasa. Agak sepi, namun segala keraguan ku tepis, dia memang gadis yang aneh dan setiap hari untuknya berbeda maka bila hari ini tidak biasa pun tidak aneh kan.
Sampai 06.30 dia tak kunjung muncul, telfon pun percuma tidak aktif. Raguku membesar. Aku memanggil namanya tidak ada sahutan, aku mencoba membuka gerbangnya namun terkunci. Sejenak aku menatap pagar lalu kutemukan kertas terselip dibawah pagar rumah itu.
Didepan surat itu jelas dan tertulis dengan huruf kapital SAKTI.
Gadis bodoh, dia menuliskan surat tanpa memikirkan hujan atau aku tidak menemukannya.
Aku membuka surat itu dan kutemukan hal-hal yang sulit sekali membuatku berfikir jernih.

"Apa kamu tahu bagaimana rasanya pacaran dengan seorang homo?"

"Bagaimana rasanya?"

"Rasanya ketika langit menjadi milikmu, bahagia didepan mata. Begitu dalam rasa cintamu. Begitu bangga kamu bisa memilikinya, hingga ada benang kuat yang terjalin dan kamu tidak akan melepaskannya. Kamu sangat yakin itu tidak lepas sampai kamu melihat lelaki yang kamu kagumi memutus jalinan benang itu"

"Apakah sesakit itu?"
Pernah suatu kali,
Aku menatap langit,
Bertanya pada Bintang,
Kapan jodohku muncul?

Pernah suatu hari,
Aku menatap ikan disungai,
Bertanya pada ikan,
Kapan jodohku datang?

Pernah siang itu,
Aku menatap langit,
Bertanya pada mentari,
Kapan jodohku melamar?

Kuulang setiap hari,
Agar aku tidak lupa,
Bahwa jodohku berlum terlihat.
Sepi itu merenggut hadirku,
Tik.. tok.. tik.. tok
Nyaring bunyinya,
Aku memandangnya.

Rasa sepi ini,
Rasa sedih ini,
Tidak ada siapapun selain aku.

Aku berada dipojok ruangan tergelap,
Pengap dan tidak ada siapapun,
Aku merasa hilang dan kelam,
Aku tenggelam dalam rasa yang tidak berkesudahan.

Rasanya hidupku hilang sudah,
Hanya ragaku yang tersisa.
Bukan mengenai cinta,
Bukan mengenai kedua orang tua yang telah tiada,
Bukan karena siapapun yang disebut sahabat.
Tapi karena aku menjerumuskan diriku dalam kesepian yang merana.
Halo Jodoh!
Apa kabarmu!

Lama sekali kukosongkan hati hingga laba-laba membuat kompeni di hati yang kosong ini. Mengenai kabarmu entah sakit atau sehat yang jelas ketika kita bertemu nanti kita dalam keadaan sehat ya!

Mungkin sekarang statusmu adalah milik seorang yang lain dan aku harus berterima kasih kepada seseorang yang sekarang kamu gandeng tangannya, peluk pundaknya dan dengan sayang menghalau dinginnya malam bahwa dia telah menjaga jodoh orang lain, atau bila statusmu sekarang sendiri, ingatlah bahwa diluar sana ada jodohmu yang tertunda.

Aku memandangnya dari jauh,
Jauh sekali,
Kalau aku bilang wajahnya terlihat jelas,
Maka jelaslah aku telah berbohong.
Aku mengatakannya semata-mata untuk menyenangkan diri.

Aku mencintainya sedari dia tidak mencintaiku,
Dulu bagiku cukup hanya memandangnya,
Pandang saja sepuas hati,
Sampai lelah menghampiri dan aku berhenti,
Lalu melakukannya keesokannya lagi.

Kali ini aku memandangnya dengan semangat tak terkira,
Hari ini ulang tahunnya,
Saat ini aku akan memandangnya sambil mendoakannya,
Cukup itu,
Lalu berbisik selamat ulang tahun dari hatiku yang terdalam.
Entah kenapa setiap langit membawa pesan dalam hujan, selalu teringat mie rebus dalam mangkok dengan asap yang mengepul.
Mengibarkan panji kemerdekaan pada pribadi yang kalah oleh nafsu. Lapar tidak namun hujan yang turun menggiring pada kehangatan yang dibutuhkan.

Katanya pesan dalam hujan itu sering membuat hati menggalau, katanya setiap denting hujan yang bercengkerama dengan atap, aspal, pohon menghasilkan nada-nada yang membuat kita terhanyut.
tik.. tik.. tik begitu bunyinya..
Katanya pesan dalam hujan yang sering membawa kita kepada kenangan masa lalu itu, akibat dari air dan debu yang membasahi tanah, membangunkan aroma tidak biasa.

Hujan selalu menjadi pesan tersendiri dan langit selalu mengantarkannya dengan baik.
Baik hujannya besar ataupun ringan-ringan saja.
Sajalah hujan itu turun apa adanya.
Adanya besar ya besar, adanya kecil ya kecil.
Kecil kemungkinan semuanya menyukai,
Menyukai hujan yang apa adanya.