Mencari Jejak Janji; "Goa Maria Kanada, Rangkasbitung"

One day trip tahun ini sepertinya memang sangat spesial dari ODT tahun tahun sebelumnya. Ditahun ini gue mencari jejak janji dalam keheningan yang sungguh.

Sebenernya bukan karena gue berubah jadi fanatik atau apa, tapi demi menepati janji yang akhirnya gue tepati.

Gue pergi berziarah ke Gua Maria Kanada (KAmpung NArimbang DAlam), Rangkasbitung atau Gereja Katolik St. Maria Tak Bernoda - Keuskupan Bogor.

Perjalanan dimulai dari 05.30 hari minggu (18.09.2016), ketika gue memutuskan untuk siap menapak jalan ini dengan solo backpacker. Mungkin ini bukan pertama kalinya gue dateng kesana tapi ini adalah pertama kalinya gue dateng kesana sendiri.



Jam 06.00 tepat gue udah didepan Stasiun Kranji, merasakan jantung yang berdegup kencang. Sungguh menantikan apa yang terjadi didepan sana.
Transit di Stasiun Manggarai melanjutkan ke Stasiun Tanah Abang. Gue memilih jadwal kereta paling pagi dari Stasiun Tanah Abang yaitu jam 08.05, kereta biasanya sudah tersedia dari pukul 07.30 wib, jadi pastikan diri kalian sudah menampakkan hidung di Stasiun Tanah Abang pukul 07.30 wib.


Perjalanan diperkirakan 1,5 jam jadi tiba paling nggak ya jam 09.30 an. Menggunakan kereta KA Rangkas Jaya. Jadi kalau kalian menggunakan kereta Stasiun Tanah Abang - Stasiun Rangkasbitung kalian akan dapet tempat duduk, persis kayak kereta ekonomi luar kota, tapi kalo kalian pilih kereta Stasiun Angke - Stasiun Rangkasbitung, kecil kemungkinan kalian dapet tempat duduk, karena model keretanya yang memiliki tempat duduk memanjang bukan penjatahan kayak KA Rangkasjaya.

Sepanjang perjalanan bisa dikatakan gue bener-bener menikmati,
dimana gedung tinggi menjulang berubah menjadi kehijauan yang meluas,
dimana suara deru mesin yang bersaing menjadi segerombolan sapi yang sedang merumput,
sesekali gue melihat anak-anak yang bermain bola ditanah lapang,
sesekali gue melihat petani yang sedang meladang,
sesekali gue melihat gerombolan burung-burung yang terbang tinggi 
terkadang tanaman hijau berubah menjadi rumah warga,
terkadang berubah menjadi urukan tanah pemerintah,
lalu kembali lagi menjadi hijau sebatas mata memandang.
Sempat jatuh tertidur namun ketika bangun masih disuguhi pemandangan khas Banten.

Ya, sebentar lagi gue sampai ditujuan. Sedikit melenceng dari perkiraan, karena kereta baru merapat di Stasiun Rangkasbitung jam 09.50 wib.
Begitu turun gue langsung keluar dan bertanya pada warga sekitar bagaimana caranya mencapai gereja katolik, tapi sayang mereka gak ada yang tau, begitu gue bilang Akper Yatna Yuana juga banyak yang gak tau, bahkan tukang ojek pun gak tau. Niatan mencari Gojek pun hilang seketika begitu ada tulisan "Out Of Service", rupanya gak ada abang gojek disekitar gue.
Lama googling, gue pun memutuskan menggunakan jasa ojek yang modal tanya.

Abang ojek nya sempet tanya kanan kiri dan dia memutuskan untuk pergi ke daerah curug, karena gue bilang tempatnya disekitar jatiwaringin lebak.
Dan ternyata gue gak perlu waktu lama untuk menemukan tempatnya, cuman 15 menit dari stasiun kalo pake motor. Lalu kalau kalian memilih moda kereta, begitu keluar dari stasiun jalanlah sebentar keluar dari pasar. Nah dari situ carilah angkot 02, yang list bawahnya merah. Bilang aja akper yatna yuana atau SMPN 03 Rangkas, itu trayek mereka jadi pasti mereka tau. Ah, satu lagi. Angkot disini agak susah bukan karena jarang angkot tapi karena trayek angkot disini yang ujung ke ujung.

Begitu sampai di Akper Yatna Yuana, gue disambut dengan cicitan burung dan suasana yang sangat hening. Ini jelas karena bulan ini adalah bulan BKSN, dan bukan waktunya untuk peziarah datang.
Gue memilih untuk ke Gua Maria dulu, menyapa sang Bunda, salam tegur bahwa gue udah sampe dengan selamat. Di gue maria gue liat ada pasangan yang sedang mendaraskan doa, sejuk ngeliat pasangan yang begini.


Sampai jam 11.00 wib gue menghabiskan waktu salam dengan Bunda Maria, gue pun memutuskan untuk melakukan ibadat jalan salib. Mengambil buku panduan dan membeli lilin dari pedagang cilik disekitar pintu masuk.
Rute jalan salibnya sendiri agak menjauh dari Gua Maria, kalian harus ke jalan kecil antara Akper Yatna Yuana dan Lapangan, disitu bakal ada jalan setapak hijau. Disusuri aja nanti akan ada perhentian pertama.
Sebelum gue masuk ke jalan setapak itu, ada bapak tua, dia satpam disitu namanya gue lupa, tapi gue inget nama penginapannya Teguh Lestari, bilang aja itu semua orang pasti kenal, karena dia udah tinggal disini dari tahun 1970-an, wah yang punya daerah nih, batin gue.

Bapak orangnya sangat terbuka dan supel, ketika melihat gue menuju rute jalan salib dia tersenyum sambil bilang "bagus sekali", lalu dengan lancar dia menceritakan tentang anak-anaknya, Bapak punya 3 anak, 2 anak perempuan dan 1 anak lelaki. Anak pertamanya yang perempuan telah lulus dengan gemilang menjadi seorang dokter dan bekerja di Yayasan Kanker Indonesia, anak ketiganya perempuan pun lulus dan menjadi orang penting. Anak keduanya yang laki-laki memilih untuk tidak kuliah dan memutuskan mandiri sejak dini.
Bapak bilang, kalau bukan karena ijin dan restu Tuhan, dia yang cuman satpam gereja mana mungkin bisa menguliahi dan menyekolahkan ketiga anaknya, menjadikan mereka mandiri seperti sekarang ini, membuat mereka bisa berdiri sendiri diatas kaki mereka. Cucu-cucunya pun tergolong sukses, dibuktikan dengan cucu pertamanya yang pintar sekali menari dan telah keliling Indonesia dengan tariannya. Apapun yang dia dapatkan sekarang ini adalah kebaikan dari Tuhan, maka tak heran ketika sang istri meninggalkan Bapak, Sang istri meninggal dalam damai. Istrinya meninggal karena penyakit jantung, tidak ada gejala menyiksa, tidak juga ada gejala yang biasanya dialami oleh penyakit jantung. Tahu penyakit ini juga karena pemeriksaan.

Ketika dirawat disalah satu rumah sakit Rangkas, semua keluarga berkumpul, kecuali adik Bapak. Adik Bapak adalah seorang TNI, sedang dinas di Taiwan jadi tidak bisa mampir.
Tidak ada tanda, tidak ada gejala maupun firasat. Begitu Ibu dibawa pulang karena diperbolehkan dokter. Hari itu hari selasa, semua keluarga kembali berkumpul bersukacita karena Ibu sudah boleh pulang. Namun hari minggu itu, setelah misa Ibu menutup matanya, menutup selamanya dalam ketenangan yang syahdu. Bapak pun sampai tidak bisa menangis karena begitu tenang dan bahagianya Ibu. Ibu tidak langsung dimakamkan, Bapak punya firasat adiknya yang sedang dinas di Taiwan ingin menemui Ibu. Benar saja, semalam ibu terbaring dalam kebahagiaan kekal, sang adik yang dinas di Taiwan pulang sembari menangis. Adik Bapak sudah sekian lama dirawat Ibu, semenjak menikahi Bapak sampai Adik Bapak lulus dan menjadi orang terpandang.

Ah, satu lagi cerita dari bapak sebelum dia menutup ceritanya dan membiarkanku pergi. Anak lelakinya, anak lelaki kesayangannya. Saat itu sudah tukar cincin dengan sang pujaan hati, pujaan yang mungkin akan sulit dia temui, sepasang kekasih yang saling mencintai dan berjanji akan kekal seumur hidup. Mereka sudah tukar cincin dan hendak merencanakan jadwal pernikahan.
Betapa beruntung bagi sang anak lelaki, ketika dihadapkan pada jadwal pernikahan dia diterima di AURI, lalu ketika menghadap sang calon mertua. Sang calon mertua yang tahu mengenai hal itu langsung membatalkan pernikahan yang sudah direncanakan kedua sejoli.
Ditolak calon mertua membuat Bapak bertanya pada anak lelaki kesayangannya,
"Kamu tidak apa-apa?"
"Ya, Bapak aku tidak papa"
"Benar, kamu tidak apa apa, tidak apa-apa tidak menikah dengannya?"
"Ya, Bapak. Romo saja tidak masalah bila tidak menikah, saya pun kalau belum diberikan Tuhan tidak apa-apa"
Begitu tegar sang anak, membuat ibu menangis dalam sakit dan rasa malu. Ibu bangga sama anaknya, sangat bangga pada anak lelakinya hingga tidak tega melihatnya disakiti didepan matanya.
Bapak pun menutup pembatalan hal itu dengan sangat bijak
"Ya sudah pak, kami yang sudah jauh-jauh dari Pulau Jawa ke Lampung sini mohon diberikan keikhlasan. Mungkin ini bukan jalannya, tidak ada dendam diantara kita. Kita tetap menjadi saudara dalam nama Tuhan. Tidak ada kebencian ya pak, hubungan keduanya pun tidak ada dendam yang disembunyikan. Begitu saya dan keluarga melangkahkan kaki dari sini, kita harus tetap bertegur sapa ya pak"
Bapak dan keluarga pun meninggalkan keluarga itu dalam hening.
Sang anak lelaki membawa luka dalam hatinya, ditolak begitu mantap oleh calon mertua. Namun Tuhan memang adil, kini dia sudah punya dua anak lucu dengan seorang wanita cantik yang dijodohkan dengannya, orang Klaten istrinya, profesinya pun mulia seorang guru.

Singkat cerita si Bapak pun menutup dengan memberikanku jabat tangan, mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Perjalanan dimulai ketika gue menyalakan lilin dan ternyata lilin dalam kotak tidak berjumlah 14 tapi hanya 11 buah, sempat mikir akan ada beberapa perhentian dimana gue gak bisa menyalakan lilin, tapi tak apalah karena ketika Tuhan bangkit, Dia sudah menerangi dunia ini dengan keselamatan yang kekal.

Sepanjang perjalanan gue benar merasakan ketenangan, hanya ada gue dan hutan antah berantah. Sering terdengar suara gemerisik dedaunan tersapa angin. Mentari pun dengan lembut menembus pepohonan yang lebat. Sungguh kuasa Tuhan berkarya pada hijaunya daun, kokohnya pohon, dan diriku yang disetiap perhentian merasakan nyamuk. Ya, nyamuk hutan setia sekali menemani gue. Jadi saran gue bawalah soffel dan kenakan celana panjang dan baju panjang kalau tidak mau dirubung nyamuk. Lumayan nyamuknya kalo gigit langsung jadi gendut.

Kejadian lucu yang terjadi ketika gue jalan salib sendirian adalah teriakan minta tolong. Iya, teriakan minta tolong yang kalo boleh gue katakan bikin gue mendadak horor. Tapi kaki gue terus jalan dan gak berniat ke suara itu, padahal suara itu kedengaran bersungguh-sungguh. Sekali.. Dua kali.. Tiga kali.. Empat kali.. Gue berhenti. Tak lama ketika gue membalik badan mau samperin suara itu, segerombolan anak lewat, mereka yang teteriakan minta tolong kaget ngeliat gue, cewek, sendirian, megang lilin.

Reaksi gue?
Kaget, banyak bocah, pada teteriakan.

Sebelum gue tersenyum mereka langsung lari masuk jalan setapak dalam hutan. Wah kita sama-sama kaget.

Ah, gue juga menemukan keajaiban. Sepanjang jalan gue diterangi oleh lilin, jadi ada 3 perhentian dimana gue menemukan lilin masih berdiri tegak. Puji Tuhan sekali, Tuhan pun menerangi jalan gue yang macem pasir sisa tukang bangunan.
Gue bener-bener kaget lho kenapa bisa ada lilin disitu, padahal diperhentian lain jangankan lilin, sumbunya aja gak ada.

Perjalanan jalan salib pun gue tutup dengan rosario di Gua Maria.


Bunda yang agung
Bunda maria
Beriku damai dalam gemerisik angin
Beriku tenang dalam masa yang teduh
Ijinkan aku dalam ketidakberdayaanku merangkul kebahagiaan
Kadang ku bertanya siapakah aku ini
Kadang ku bertanya apakah aku ini
Kadang ku bertanya bagaimanakah diriku
Layakkah kuterima kuasaMu
Namun Bunda dalam welas asih yang dalam,beriku yakin bahwa segala ciptanya adalah layak dan pantas.

Setelah gue tutup dengan doa rosario, gue memakan bekal sembari menikmati udara panas kota Banten dan angin semilir.

Sepulangnya gue naik angkot yang di paragraf awal gue jelasin ke kalian. Cepet banget karna gak sampe 15 menit gue udah sampe didepan pasar stasiun, jalan kaki bentar dan bersiap beli tiket untuk pulang.

Ya, Jakarta.
Aku siap kembali.........

Dalam perjalanan kereta pulang dari Rangkasbitung pun gue ditemani ngobrol oleh seorang bapak ramah, namanya Pak Budhi. Dia habis mengunjungi adiknya. Pengalaman hidup yang dia share pun bukan main menariknya. 4 tahun tinggal di Jepang, kini kembali ke tanah air karena rindu. Mulai perbincangan ringan sampai pilkada kami bicarakan. Mulai dari proyek Pak Ahok sampai pada masa depan Indonesia dan tempat tujuan memisahkan kami.

Sebelum kembali ke Bekasi, gue juga sempet menikmati pemandangan mas-mas circle-K yang murah banget senyum dengan segelas pop mie ditangan dan mendengar curhatan sang lelaki yang tak kunjung melamar dari meja sebelah, bukan maksud nguping tapi kebetulan obrolan galau mereka cukup keras.

Perjalanan kali ini bisa gue bilang sangat sentimentil dan menyentuh. Bener-bener tahun kerahiman ilahi kalo buat gue. Entah kenapa tapi kerinduan pada sang khalik sedang menggema lembut dalam hati gue. Well, ini mungkin juga pengaruh dari beberapa perkara dalam hidup gue, karna gue coba mempercayakan segala perkara gue pada sang Khalik.

Mungkin agak sedikit songong, gue seringnya mikir begini,
"Tuhan, ini loh masalahnya. Aku sampe pusing. Kita pikir barengan ya Tuhan, biar aku gak ketelen masalah"

Dan akhirnya beginilah,
"gue dan senandung kasih Tuhan, mencari jejak dalam janji".
   

9 comments:

  1. Wah kayaknya seru ya trip sehari gitu dan murah juga kalo naik kendaraan umum. Kalo aku kayaknya ga bisa jalan sendirian Haha. Ditunggu cerita One day trip selanjutnya mba ^^

    THE ANANDIC♥

    ReplyDelete
    Replies
    1. seru dengan pengalaman yang jelas sekali berbeda hehe, yuk dicoba aahh :D

      Delete
  2. thanks infonya, sepertinya bisa dicoba..GB

    ReplyDelete
  3. trimakasih sharenya.
    supaya tdk kemaleman sampe bekasi berarti harus tahu jadwal kreta bener2 nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. yap betul, kalau memang ada waktu spontanitas mungkin sangat baik, tapi kalau memang terkendala waktu sebaiknya prepare dari jauh. Bisa saja begitu sampai di stasiun langsung cek kereta pulang paling sore, atau dikondisikan.

      Delete
  4. Replies
    1. wah mungkin keberuntungan bisa tinggal disana ^^,

      Delete