Aku bukanlah anak yang menyenangkan kalau kata tanteku seperti itu, katanya aku anak yang terlalu kritis untuk seusiaku. Dan kurasa itu bukanlah salahku, salah asuh mungkin. Boleh kan seorang anak menyalahkan orang tua disaat orang tua mulai menyalahkan anak atas tersitanya waktu mereka.
Sejak usia 5 tahun aku tinggal bersama tanteku, dia orang yang baik dan sangat penuh semangat. Bahkan kalau aku katakan, dia sangat bersemangat untuk ukuran berkekurangan sepertinya. Dia buta dan selalu meraba-raba jalanan dengan tongkatnya, kacamata cantik bertengger dimatanya. Pernah ketika kami sedang duduk berdua dibangku teras rumah aku bertanya kepadanya.
“tante..” panggilku dan dia hanya berdeham sambil menyeruput tehnya
“kenapa tante memakai kacamata padahal tante buta?” tanyaku dan tak perlu menunggu lama untuk dia tertawa
“haha.. setidaknya meski aku buta aku ingin tampil gaya” dan aku mulai mencemooh apa yang dia katakan dengan gaya
“apanya gaya kalau sama saja dengan tidak bisa melihat”
“loh apa sejelek itu ya? mungkin besok aku harus ganti yang baru..” sahutnya sambil memegang gagang kacamata lalu berpura-pura membetulkan letak kacamata
“apa menjadi buta itu menyenangkan?” aku mulai berbicara melantur
“tidak semenyenangkan kalau kamu tidak bersyukur” jawabnya dan aku mulai meragu pada jawabannya, tepatnya aku kurang mengerti
“maksudnya?”
“kunci kebahagiaan itu bersyukur. Kalau kamu tidak bersyukur sama apa yang kamu dapatkan ya berarti kamu gak berhak bahagia. Karena kebahagiaan itu cuman punya mereka yang ikhlas mau bersyukur” jawabnya dan aku mulai menatap langit sore, matahari hampir hilang rasanya kehidupanku terseret didalamnya
“jadi aku gak bersyukur?” tanyaku lagi
“tergantung apa definisimu tentang rasa bersyukur” jawabnya
“bukankah bersyukur berarti apa adanya?”
“untuk tante bersyukur juga berarti kita telah mengusahakan yang terbaik dan gak cuman terima apa adanya, pasrah sama kehidupan dan gak mau survive sama kehidupan ini. Rasanya itu gak adil” aku mulai tercenung, keadilan hidup?
“gak adil?”
“ya, kehidupan memberikan kita sebuah tempat yang layak dibumi ini, menghirup dan mengagumi. Maka menurut tante kita sebagai manusia memiliki kewajiban untuk berjuang, berjuang untuk dunia, berjuang untuk diri sendiri, orang lain dan berjuang untuk hati yang baik”
Maka kehidupan yang baik ini telah membiarkan kita bernafas dalam terangnya cahaya maka sebagai balas jasa kita manusia harus dapat memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, orang lain dan dunia.
Sejak usia 5 tahun aku tinggal bersama tanteku, dia orang yang baik dan sangat penuh semangat. Bahkan kalau aku katakan, dia sangat bersemangat untuk ukuran berkekurangan sepertinya. Dia buta dan selalu meraba-raba jalanan dengan tongkatnya, kacamata cantik bertengger dimatanya. Pernah ketika kami sedang duduk berdua dibangku teras rumah aku bertanya kepadanya.
“tante..” panggilku dan dia hanya berdeham sambil menyeruput tehnya
“kenapa tante memakai kacamata padahal tante buta?” tanyaku dan tak perlu menunggu lama untuk dia tertawa
“haha.. setidaknya meski aku buta aku ingin tampil gaya” dan aku mulai mencemooh apa yang dia katakan dengan gaya
“apanya gaya kalau sama saja dengan tidak bisa melihat”
“loh apa sejelek itu ya? mungkin besok aku harus ganti yang baru..” sahutnya sambil memegang gagang kacamata lalu berpura-pura membetulkan letak kacamata
“apa menjadi buta itu menyenangkan?” aku mulai berbicara melantur
“tidak semenyenangkan kalau kamu tidak bersyukur” jawabnya dan aku mulai meragu pada jawabannya, tepatnya aku kurang mengerti
“maksudnya?”
“kunci kebahagiaan itu bersyukur. Kalau kamu tidak bersyukur sama apa yang kamu dapatkan ya berarti kamu gak berhak bahagia. Karena kebahagiaan itu cuman punya mereka yang ikhlas mau bersyukur” jawabnya dan aku mulai menatap langit sore, matahari hampir hilang rasanya kehidupanku terseret didalamnya
“jadi aku gak bersyukur?” tanyaku lagi
“tergantung apa definisimu tentang rasa bersyukur” jawabnya
“bukankah bersyukur berarti apa adanya?”
“untuk tante bersyukur juga berarti kita telah mengusahakan yang terbaik dan gak cuman terima apa adanya, pasrah sama kehidupan dan gak mau survive sama kehidupan ini. Rasanya itu gak adil” aku mulai tercenung, keadilan hidup?
“gak adil?”
“ya, kehidupan memberikan kita sebuah tempat yang layak dibumi ini, menghirup dan mengagumi. Maka menurut tante kita sebagai manusia memiliki kewajiban untuk berjuang, berjuang untuk dunia, berjuang untuk diri sendiri, orang lain dan berjuang untuk hati yang baik”
Maka kehidupan yang baik ini telah membiarkan kita bernafas dalam terangnya cahaya maka sebagai balas jasa kita manusia harus dapat memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, orang lain dan dunia.
Semoga kita adalah manusia-manusia yang berguna dan tau bagaimana caranya menjalani hidup :)
ReplyDeleteyap :) semoga gak cuman bisa ngejalanin tanpa paham kenapa harus menjalani
Delete