Memanjat Gunung Parang Via Ferrata dan Keindahan Purwakarta



Tahu Purwakarta?
Yang sekarang udah jadi pelarian masyarakat ibukota yang butuh hiburan, iya hiburan kayak gue yang mukanya udah mendung macem langit siap tumpah.

Mulai dari kuliner sampai keindahannya, Purwakarta udah menjelma menjadi tempat wisata yang rekomen banget buat dikunjungi bahkan hanya ditempuh dua jam dari Jakarta.
Nah, kali ini gue gak cuman mau menjajak Kota Purwakarta, kali ini gue mau mengecap keindahan Purwakarta dari sudut pandang lain, dari kerja keras biar gregetnya makin berasa.

Mendaki Gunung Parang Via Ferrata.
Yep, salah satu kegiatan alam bebas. Jangan pikir gue orang yang berpengalaman atau udah biasa daki gunung, dakian iya gue banyak tapi kalau daki gunung... daki Bukit Sikunir aja gue kepayahan turunnya apalagi daki gunung.
Karena gue pikir ini adalah sesuatu yang bisa gue coba, itung-itung nambah pengalaman ditambah bertaruh bahwa phobia gue terhadap ketinggian bakal terobati akhirnya ya gue ikut.
Fyi, Via Ferrata itu sistem pemanjatan tebing dengan menggunakan lintasan besi yang telah dipasang dan pengaman kabel baja sepanjang lintasan tebing.


Jam 18.00 wib kala itu menjadi titik point dimana gue bersiap bersama kawanan lain menuju Purwakarta menggunakan 2 mobil pribadi. Jalanan diprediksi macet atau jika lancar maka kita bakal bermalam di saung yang emang udah tersedia.

Tempatnya tidak begitu jauh dari pusat ibukota apalagi dini hari kala itu jalanan sudah sangat sepi, hanya satu dua mobil yang lewat. GPS menjadi andalan kami untuk sampai ke Gunung Parang. Sialnya jalan yang berkelok membuat GPS timbul tenggelam elaaahh.. hanya bisa berserah pada Tuhan dan hal-hal yang terbang berbaju putih aja.

Jam 04.00 kami akhirnya tiba di meeting point dan memilih untuk beristirahat di saung yang disediakan.
Mungkin pertanyaan yang terbersit kenapa begitu lama menuju Purwakarta, jawabannya adalah kita nongkrong dulu di Rest Area sampai jam 01.30 lalu melanjutkan perjalanan yang asli masih macet banget jam segitu.

Selesai sholat bagi yang menunaikan lalu sarapan dan bersiap memanjat. Berhubung kita kesiangan naiknya, jam 09.30 kita masih ada di kaki gunung. Perasaan deg-deg seeerrr mulai merajut di benak gue sendiri dan itu juga yang kawanan gue alami.






Ini semua pengalaman pertama kita untuk menanjak Via Ferrata. Meski sebagian dari kami adalah pendaki gunung yang sering banget naik turun gunung tapi mereka juga ternyata merasakan adrenalin yang menguat.

Gue sih enggak bisa melukiskan dengan detail apa yang gue rasakan ketika menaiki satu satu besi dan badan kita cuman digondolin tali besi itu tapi gue bisa ngomong hal ini,
"GILAK!"
Iya, gila untuk semua hal.
Memang Via Ferrata didesain agar semua orang bisa menikmati rasanya memanjat tebing (sekadar informasi gunung parang ini adalah salah satu spot favorit buat pemanjat tebing profesional atau atlit) namun ada sensasi luar biasa ketika kalian menaiki satu per satu, makin tinggi makin alahoy meski gue cuman mampu sampai ketinggian 300M.

Bukan cuman butuh keberanian luar biasa tapi tekad untuk naik sampai atas dan menikmati karya cipta semesta, enggak bercanda gue.. ini beneran lebih butuh tekad daripada fisik aja.
Tapi di ketinggian ini gue juga bener menikmati Purwakarta yang keren (tambahin abis), bisa dikatakan Purwakarta dari ketinggian adalah hal paling hakiki yang gue kangenin.

Nah, permasalahan utama timbul bukan saat naik, buat gue permasalahan utama timbul ketika gue turun.
Udah gue bilang kan gue phobia ketinggian tapi gue selalu kagum sama pemandangan diatas itu.
Nah, untungnya tour guidenya paham bener dan akhirnya menyangkutkan satu kait besi punya gue ke badannya dan satu lagi untuk dikaitkan ke lintasan besi.
"Begitu sampe kebawah (dengan selamat) gue bakal minum es kelapa"
Konyol emang tapi sepanjang gue turun gue membulatkan tekad untuk minum es kelapa dibawah, anggaplah sebagai perayaan bahwa gue mampu menaklukan ketinggian semacam ini.
Dan gue belajar bahwa motivasi terkonyol pun bisa jadi tekad terkuat.

Hasilnya?
Gue bisa turun cuk!
dan ijinkan gue bernyanyi kemenangannya AFI (sial.. tua banget gue ngomongannya AFI a.k.a Akademi Fantasi Ind*siar).
Begitu sampe bawah nafas bentar dan nyeruput es kelapa kayak kenikmatan surga yang hakiki sekali saudara-saudara bahwa sesungguhnya hal-hal paling berharga dimulai dari hal kecil.

Istirahat lama dilanjut bebersih kemudian kawanan bergerak ke daerah Kota, yaa kami ingin menikmati air mancur kebanggaan Purwakarta. Air mancur Sri Baduga yang museumnya sendiri padahal ada di Bandung.
Kebetulan Air Mancur ini hanya ada di hari sabtu makanya kami enggak mau ngelewatin hal ini dong.
Bagaimana pertunjukannya?
Bagoosssss!!
Agak sialnya gue sempet berselisih mulut sama pengunjung yang duduk disebelah gue karena doi ngerokok, ajegile.. lu pikir ini halaman rumah lu tong!
Agak adu mulut sih sampe akhirnya cewek disebelahnya ngasih kode kalau matiin rokoknya.
Sekarang logika gue begini.
Elu ngerokok, asik ngepal ngepul macem foging..
Elu pikir tuh puntung rokoknya bakal buang kemana? boro disimpen buang kalau nemu ditempat sampah, ini mah dilempar ke kaki terus diinjek sampe mati. Rasanya mau gue matiin sekalian orangnya #FixGueIkutanEmosi #AntiAsapAsapClub

Ya akhirnya sih ketika dia memilih mengalah sama gue, kita sama-sama menikmati pertunjukan dengan lebih hikmat.

Sebenarnya Purwakarta bukan tempat yang puas dikunjungi satu hari namun kali ini ketika gue dan kawanan udah cukup banget bahagia melihat Keindahan Purwakarta dari sudut lain kami memutuskan menyudahi hari ini dan kembali menuju peradaban membawa semangat terbarukan dan gerilya kenangan yang terjalin dari keringat dan celoteh-celoteh tawa.

Ah iya!
Jangan lupa makan sate maranggi yang katanya legendaris itu kalau mampir ke Purwakarta yaa, kita sendiri pas mau mampir malah kehabisan jadinya makan sekenanya dijalan aja.
Dan total kita per kepala untuk menghabiskan hari di Purwakarta, bensin kendaraan, makan dan sewa perlengkapan dan guide di Gunung Parang adalah 350ribuan.
Worth it lah buat pengalaman yang tidak akan tergantikan, asoleleleeee...


No comments:

Post a Comment