Dia.Lo.Gue Kafe, berdialog dalam seni.



Sore kawan,

Kali ini cerita dimulai dari janji temu oleh teman yang dikenal dari event bukalapak, Eka dan Dewi adalah kedua orang itu, berawal dari obrolan bareng berlanjut sampai sekarang.
Kafe Dialogue dirasa cukup menampung semua rasa rindu tak lama bersua dan bercakap, tiga gelas minuman menemani siang terik kala itu di sela makanan ringan mengiringi tawa dalam canda.

Suasana kafe kala itu sungguh menyenangkan, mungkin karena matahari diatas kepala dan pengunjung yang terlihat masih belum banyak. Kafe ini dibagi menjadi dua ruangan, ruangan ber-ac dan non ac. Dalam ruangan ber-ac kalian akan disuguhkan lampu temaram dengan kolam air yang berada disebelah kasir. Di ruangan non ac yang terbagi juga menjadi dua, satu tepat disebelah ruangan ac dengan konsep atap yang terbuka dan satu lagi dengan konsep berjendela. Kami memilih ruangan non ac untuk menikmati semilir angin hasil suguhan halaman belakang yang lapang.
Karena kafe ini tergabung dengan gallery, tiap ruangan disekat oleh beberapa seni artistik dan beberapa karya (sehubungan rasa nyeni gue kurang jadi ya gue hanya bisa mengamati sembari mengira-ngira pesan yang tersirat).
Salah satu hal yang terkenal di kafe ini adalah instalasi tangga melayangnya. Dimana ketika kalian berpose diatasnya orang pasti akan bertanya, ‘apakah tangga itu melayang?’







Saling tukar canda dalam obrolan, sejenak kami menyesap minuman yang tersuguh dan membuat gigi sedikit berolahraga dengan makanan ringan yang tersedia dihadapan kami.

Bagaimana rasanya?
Gue merasa bahwa kopi ataupun makanan yang gue asup memiliki rasa tidak lebih tidak kurang. Sebatas cukup saja.

Bagaimana suasananya?
Kala kami berada disana suasana cukup hening, terlihat beberapa orang menyendiri namun tidak merasa asing. Ya, tempat ini memiliki pesonannya sendiri untuk kalian duduk bersandar sembari menatap nanar kopi yang tersuguh.

Tak terasa obrolan itu membawa kami sampai sore menjelang hingga memutuskan menyudahi pertemuan terikat janji itu. Sebelumnya kami memutuskan untuk berfoto dan menjelajah art yang berada disana.
Selangkah demi langkah, mencoba memahami maksud dari hal-hal yang terpapar. Teringat seorang teman pernah berkata demikian,

‘seni bukanlah hal yang perlu dipikirkan berat dan matang, membuat sakit kepala sebelah. Seni adalah bagaimana kamu memahami sekitarmu, karena dari sanalah mereka berada, kamu hanya perlu peka’

Dan tetap saja bagi gue hal yang terpajang adalah hal yang lumrah, kadang gue temui. Lamat-lamat gue pandang pun hasilnya sama. Baju yang terpajang hanyalah baju meski ada kejelasan disebelahnya, gue rasa peka itu emang harus diasah bukan tercipta gitu aja.


Hal yang paling menarik dari semua ini adalah “Usia Sebuah Nama Melebihi Nafas” project dari Tandika (inget Tandika, inget TK-nya upin ipin, haha).  Jadi sebenarnya project ini melempar kita ke masa lalu dimana diskriminasi China menggelegak hingga orang China harus memiliki nama Indonesia yang jelas jauh berbeda, dia mengumpulkan nama-nama China ke sebuah buku disertai dengan tanda tangan dan nama Indonesia mereka, ini jelas menarik. Bagi sebagian orang mungkin nama hampir-hampir hanya sebuah nama (mengingat orang zaman dulu kebanyakan menamai nama anak mereka dengan sembarang) namun bagi mereka yang tidak memiliki demokrasi atas sebuah nama, ketika nama lahir mereka dipanggil, sebuah kebanggaan pastilah terpatri.
Buat gue sendiri memahami bahwa nama adalah sebuah anugrah, mungkin nyawamu telah lenyap ditelan Bumi tapi namamu akan terkenang dibenak orang-orang yang mengenalmu, maka Ibuku seringnya berkata,

‘Sebaik-baiknyalah terhadap orang meski kenal pun tidak, kita tidak pernah tahu siapa yang membantu ataupun kita temui nantinya’

Yaa.. pada akhirnya meski memaknainya berbeda dari penciptanya, gue rasa seni bukan sebuah pendapat benar atau salah karena semuanya punya persepsi, meski terasa salah juga bila apa yang ingin disampaikan penciptanya menjadi makna yang kabur.
Ah, sampailah kita pada akhir cerita ini. Terima kasih untuk kawan yang telah meluangkan waktu bertemu sembari tukar pendapat. Kini biarlah waktu kembali yang akan mempertemukan kita.

No comments:

Post a Comment