Garut Gurilaps - 4D4N


Garut Gurilps atau dalam ejaan Sunda berarti Gemerlap, menuntut pemahaman akan hal itu aku pun beranjak dari Jakarta menuju Kota ini. 
Kakak kelas selama di Asisten Laboratorium memiliki peran dalam perjalanan kali ini. 
Karena dialah perjalanan ini terlaksana dan aku menemukan pengalaman yang berbeda.
Yap, dialah Christian dan Aji, tidak lupa dengan teman kantorku yang kebetulan senggang Indah.

Angin dingin malam itu berhembus, namun tak sedingin gelora yang kami rasakan. 
4 orang dengan muka berantakan usai kerja dengan semangat menggebu duduk manis di stasiun Senen malam itu, kami siap dan sangat siap pergi membelah angin Jakarta hingga Garut.

13 Desember 2019

Perjalanan ini dimulai dengan bertukar sapa, duduk sebentar terlelap kemudian. Kami menaiki kereta Serayu pukul 21.25 wib seharga 63ribu dengan estimasi tiba 02.15 wib

14 Desember 2019

Stasiun Leles menyambut merdu, barisan bangunan kosong yang berada di seberang menambah suasana gelap stasiun ini. Berhubung baru masuk pagi buta kami pun izin selonjoran hingga tertidur pulas dan terbangun oleh Adzan dari musholla diluar stasiun. 
Subuh telah berkunjung dan manusia-manusia yang hendak ke Bandung pun mulai bermunculan.
Kami saling memperhatikan hingga menunggu waktu motor tiba, yep sebelumnya Tian menyewa roda dua untuk kami pakai, sialnya jam janjian bukannya jam 06.00 wib malah jam 08.00 wib ditambah pake ngaret lagi yang nyewain kendaraan. Kesel bercampur lelah kami memilih untuk tersenyum sumringah saja.

Sebelum memulai perjalanan kami putuskan untuk early check in di hotel yang kami pesan, untuk kali ini lagi-lagi aku memakai OYO.


Nah OYO ini aku rekomendasiin buat kalian yang mau nginep di Kota Garut, serius ini tuh enak banget kamarnya menghadap taman pula dan lengkap fasilitasnya, meskipun kecewa berat pas make fasilitas kamar mandi pegawainya. Sumpah jorok banget!

Oke tujuan pertama kita adalah Leuwi Korsi, jadi Leuwi Korsi ini emang lumayan terkenal dengan susunan bebatuan yang menyerupai kursi dan alam yang asri. Yang aku engga sangka dari Garut adalah jalananannya yang luar biasa. Kita bener-bener semi off road disini dan jalanan halusnya benar-benar keitung pake jari dengan tanjakan engga pake ampun.
Jadi begini, jika jalanan rusak dan berlubang adalah sebuah masalah, maka jika ditambah tanjakan yang engga santai berubah menjadi bencana. Kadang selama perjalanan aku bersyukur diberikan adrenalin yang cukup dan jantung yang kuat hingga bisa menanggung ini semua.



Perjalanan ke Leuwi Korsi meski sulit tapi kami dapat melaluinya dengan baik. Berada di kawasan PLTA kami berhenti di depan sebuah warung yang menawari untuk menjadi guide ke Leuwi tersebut. Sehubungan kami awam dan serius disini engga ada tanda yang jelas kami pun mengiyakan untuk di guide oleh anak SMA yang sedang libur.
Menembus ilalang, melewati pematang sawah dan bersikap baik saat turunan adalah satu-satunya jalan menuju Leuwi Korsi yang terkenal itu.
Kebodohan kami berikutnya adalah berkunjung ke Leuwi dan Curug disaat musim penghujan begini yang menyebabkan airnya keruh dan tidak jernih. Yak, waktunya filter photo beraksi haha..


Dua jam kami rasa cukup untuk menikmati gabungan Leuwi, Gunung diujung sana, Sawah didepannya dan langit cerah yang membentang.

Kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Pilar Angin Cikelet, kalau ke Leuwi Korsi kami membutuhkan 2 jam dari Kota Garut, maka kali ini kami membutuhkan waktu satu jam untuk ke Bukit Pilar Angin Cikelet.



Kami tiba didaerah Cikelet pukul 05.00 wib dengan pantai disebelah kiri yang memanggil-manggil minta dikunjungi.
Yang bisa aku ketawain sekalian mengenang dari pencarin Bukit Pilar Angin ini adalah Tian yang berpatokan pada foto disaat musim penyemai sedangkan kita tiba disaat musim panen.
Kebayang ga kebayang ga...
Jadi ya jelas bukitnya pada botak! haha...
Warga sekitar juga engga ada yang tahu kalau bukit yang mereka tanam udah dinamain influencer sebagai Bukit Pilar Angin, mereka mah tahunya itu tanah bapak ini bapak itu.
Sumpah sih, aku puas ngakak gegulingan haha..
Foto sebentar merenung di pantai kemudian lalu mencari makan untuk perut yang sudah berorkestra.


Bila perjalanan berangkat tidak begitu berasa lain hal dengan perjalanan pulang.
Tidak adanya lampu jalanan membuat kami hanya bergantung pada lampu motor yang engga seberapa, suasana benar-benar gelap gulita. Satu jam perjalanan hujan mulai turun, dari satu dua titik hingga rintik, mau tak mau kami harus memakai jas hujan agar tidak kalah oleh kondisi sekitar.
Dikira berhenti rintik malah berubah menjadi hujan lalu berhenti seketika meninggalkan jejak-jejak becek yang kasat mata karena lampu jalanan hilang ditelan kegelapan.
Kota masih jauh namun dingin dan mata berat sudah menyergap. Kami akhirnya mengalah dan minggir ke warung terdekat memesan kopi dan susu sebagai penguat raga. Duduk bersama kami supir truk yang sama lelahnya.
Satu jam terakhir kami telah tiba di Kota dengan helaan nafas lega dan panjang. Suasana suram dan seram telah tertinggal dibelakang. Kini saatnya kembali ke penginapan. Tiga jam berkendara adalah waktu yang panjang maka melihat penginapan sekarang sama halnya seperti melihat kenikmatan tiada tara.

Memutuskan untuk kenyang dan lebih memilih tidur kami pun terkapar begitu saja bagai bangkai tak bertulang di atas tempat tidur, menyiapkan diri untuk hari esok.

15 Desember 2019

Pagi telah tiba dan matahari tidak ada sungkannya menyambut kami disini.
Ini hari terakhir Aji dan Indah disini sedangkan aku dan Tian siap mengemban tugas mengeksplore lebih jauh. Awalnya kami berencana berkunjung ke Talaga Bodas pagi ini, namun siapa sangka GMaps lagi-lagi menjadi rute setan hingga kami tidak menemukan tempat yang kami cari. Sial.
Indah dan Aji pun memutuskan untuk kembali ke Stasiun agar tidak terlambat naik kereta.
Mengucapkan hati-hati kami pun bergegas menuju perhentian selanjutnya.

Leuwi Tonjong di desa Cihurip. Kembali mencoba mempercayai GMaps kami berburu surga tersembunyi yang ada di Garut.
Awalnya baik-baik saja hingga jalanan yang kami lewati ternyata mengalami perbaikan jalan dan harus melalui rute lain. Rute lain yang engga disangka-sangka sebenarnya. Jalur satu motor beraspal, tangan handle setir mulut komat kamit biar engga papasan sama motor lain. Aku pun inisiatif turun agar tidak menganggu konsentrasi.
Turun sudah kupikir kendali aman ternyata oh ternyata manakala tanjakan didepan sana yang tingginya engga santai tapi terdapat lubang yang cukup dalam hingga pengemudi oleng motor pun jatuh.
Teriakan terdengar, satu dua warga keluar rumah, aku berlari pontang panting menghampiri.
Yang dikhawatirkan cengengesan kayak bocah dikasih permen, yang teriak ngomel-ngomel pake bahasa sunda, warga lain membantu sambil geleng-geleng. Siang sepi itu mendadak ramai, mereka berkerumun menjadikan kami bahan tontonan. Motor dibawa ketempat aman, salah satu lampu sein belakang rupanya sudah menyerah pada nasib dan ogleg tak berdaya, warga inisiatif mengempiskan ban belakang dan depan,
"ini masalahnya, bannya terlalu keras untuk medan yang kayak tadi"
masalah pun berada diujung kesimpulan menimbulkan solusi, tergerak rasa kasihan warga pun akhirnya mengantar kami ke Leuwi Tonjong yang berjarak 15 menit dari tempat kami berada sekarang.



Perjalanannya cukup membuat dag dig duer apalagi hujan habis menggerayangi jalanan hingga licin dan keadaan masih tetap dalam bayangan jalanan ini serusaknya.
Begitu sampai di parkiran, kami harus trekking lagi kurang lebih 15-20 menit untuk sampai di Leuwi tersebut.
Sesampainya?
Lega luar biasa dan Leuwi didepan sana sungguh mempesona diapit dua jurang yang indah luar biasa.
Sejauh ini, ini adalah Leuwi terbaik meski diawali dengan insiden tak terduga.
Sebentar duduk hujan menyapa dan aku hanya bisa melihat sembari tersenyum sinis. Ah, Alam begitu menggoda, untunglah aku ditempat seperti ini hingga tergoda merebah dan menikmati hujan dengan cuitan burung.


Air di Leuwi pun berubah wujud dari hijau menjadi kecoklatan akibat hujan, tak disesal masih ada filter foto dan untuk kali ini aku serius bahwa ini benar-benar pemandangan idaman.
Yang punya tanah ini beserta Leuwinya ternyata bapak ibu warung satu-satunya disini, ditawar pemerintah ditolak mereka hingga akhirnya pemerintah menyerah namun membuat akses lebih mudah untuk kesini (akhirnya aku melihat ada campur tangan pemerintah).
Sampai akhirnya jam 16.30 hujan mereda dan pemilik warung mengatakan akan membantu kami cuma-cuma untuk mendapatkan foto diantara jurang menjulang, tawaran yang tentunya tidak datang dua kali kami sambut dengan raut wajah bahagia.

Matahari makin meredup, sore akan tiba. Jarak ke Kota sangat jauh untunglah warga menawari rumah sebagai tempat bermalam.
Dengan kasur empuk dan makanan yang kata mereka 'apa adanya' adalah hal yang luar biasa bagi kami. Yaa, bagaimanapun juga dengan ayam, tempe dan sayur bercokol di piringmu adalah sebuah kemewahan buat aku dan Tian yang tidak menyangka hal ini.
Tidur lebih awal bangun secukupnya.

16 Desember 2019


Dengan cuitan burung-burung dan ketika buka pintu terlihat gunung menjulang didepan sana adalah salah satu bonus terindah di pagi ini, tidak lupa kokokan ayam yang bersahut-sahutan dan sapaan satu sama lain, anak-anak bergerombol menuju sekolah, tertawa terbahak, berlari sekuatnya dan aku hanya bisa menahan nafas melihat tingkah laku mereka, itu kalau jatoh gimana dek..

Jam 07.00 wib mulai terlihat yang empunya rumah, sebelumnya ketika bangun dan mendapati rumah dalam keadaan kosong aku mulai berpikir bahwa aku halu haha.. ternyata mereka habis menjajakan gorengan dan makanan ke rumah warga sebelum akhirnya kembali lagi pulang untuk menyiapkan makanan untuk dijajakan sore harinya. Tawaran makanan adalah hal yang kudapati sesudahnya namun menolak adalah pilihan kami. Aku dan Tian berencana untuk berangkat pagi betul, menyatroni Curug Nyogong yang kata karib Tian aksesnya lebih mudah daripada ke Leuwi Tonjong. Percaya hal itu kami pun izin pamit dengan menyerahkan uang sebagai rasa terima kasih sudah diantar, diberi makan dan diberi tidur yang baik oleh empunya rumah.

Dengan masih GMaps on, kali ini adrenalin terpacu, engga tahu gimana caranya orang Garut itu cergas banget kalau bikin turunan disebelah terasring yang membuat jantung aku berdegup kencang engga karuan.
Iya, agak gila emang jalanan disini dan harus bener pandai menerka jalanannya, aku kan jadi kepikiran ya ada apa mobil yang berkunjung kesini.
Belakangan aku baru tahu jalanan Curug Nyogong ini adalah yang paling gila segilanya. Belum cukup turunan ala terasring adalagi turunan curam securamnya sampe kek mau nyusruk, ini macem mana jantung anakmu mak!



Sedikit tahu diri beberapa kali aku turun dan berjalan kaki, beberapa orang melihat kami sembari tersenyum, jelas terlihat bahwa kami pendatang yang tidak menguasai medan.

Usai jantung gegilaan kami pun akhirnya sampai di parkiran motor Curug Nyogong. Apakah perjalanan sudah selesai? oh tidak semudah itu ferguso. Perjalanan ini bahkan baru setengahnya, setengahnya lagi TREKKING!
Inisiatif meminjam kekuatan dari alam aku pun mulai mencari tongkat sakti milik kera sakti sebagai bantuan darurat untuk menopang tubuh.
Kali ini penanda arah cukup terjamin kami mengikuti bambu dipotong pendek yang atasnya dicat warna merah, sumpah tidak ada penerangan apapun meski ditengah perjalanan kami melihat beberapa pendopo dan pondokan untuk orang-orang yang kelelahan ketika turun atau menanjak kemudian.

Sekitar 20 menit yang kubutuhkan untuk turun dan menemukan Curug itu dan sumpah ya itu tuh bener-bener kita harus ngikutin jalanan berjejak dan kalau ngerasa mentok jangan naik, kalau naik itu buat poto-poto tapi hati-hati karena kalian berada di tepian jurang, kalau mau liat curugnya terus saja susuri jalanan mentok itu nanti kalian akan lihat parit kecil memanjang nah seberangi itu dan susuri kembali hingga tiba di curug yang sangat sangat terpencil dan eksotis karena dikelilingi jurang. Kalau di Leuwi Tonjong kita melihat Leuwi yang diapit jurang maka Curug ini adalah jurang itu sendiri. Beneran ngerasa kek masa purbakala atau film Gorilla dimana jurang berada di kiri dan kanan. Ini amazing banget. Sumpah.

Tian kebetulan salah satu orang yang demen foto, feednya emang keren sih sedangkan aku sudah foto minim engga bisa motret. Hasilnya? ya kusuruh dia cari pose yang dia mau, tempat potret pose tersebut sedangkan aku ngemilin kuaci sembari ngeliat tuh air tumpah-tumpah dari atas.



Kelar mendapatkan foto yang bagus untuk feednya, berbincang sembari makan kuaci setengahnya, kami pun melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.
Yap, apalagi yang terkenal dari Garut kalau bukan Curug Sanghyang Tarajenya.

Betewe ya, kalau berangkatnya jantung aku mau copot maka pulangnya jantungku rasanya mau dimuseumkan saja. Bener-bener ini tuh adventure killing banget, salah salah bukan cuman kepleset nyawa juga taruhannya. Maka kita berdua pun tahu betul komat kamit minta keselamatan adalah yang utama selama perjalanan.

Curug Sanghyang Taraje kami dataangg dan sejurus kemudian terdengar teriakan aaaakkk!
Mulai dari menembus jalanan berkabut, naik turun dengan semangat tidak lupa berguncang-guncang meriah rasanya ingin berkendara sembari memaki. 
Inget harus banyak-banyak istigfar kami pun mengurungkan niat untuk memaki, Ya Lord, jalanan dimari begini amat yak, rasanya kalau mengenang itu sendiri ketawa sambil nangis akutuh.



Sesampainya benar-benar sebuah anugrah terlebih tempat ini sudah mendapatkan sentuhan pemerintah setempat tinggal jalanannya aja ampuuunn..
Jadi, Curug Sanghyang Taraje yang beneran tingginya ini diibaratkan sebagai tangga menuju kahyangan dan emang arus deras dan pemandangan kerennya sih yang ngebuat aku terus ngebatin, gila gila ini gila gila aku jadi gila gila. Ini indah banget dan kalian kalau ke Garut harus kesini.

Selebihnya kami foto-foto dan lucunya saat itu ada cowok yang motif bajunya sama ama aku, ku ajak sekalian aja foto bareng eh tau-taunya tuh cowok selebgram euy gegara tukeran IG dan ngobrol sembari ke pintu keluar Curug.


Sebelumnya kami berniat bermalam di daerah sini tapi karena terhadang hujan dan dari daerah ini ke Kota membutuhkan waktu 2 jam maka kami mengurungkan diri untuk bermalam di daerah ini dan kembali ke Kota saja. 

Sesampainya di Kota kami segera melipir ke Pasar Ceplak, pasar malam yang cukup tenar di Kota Garut.



Makan sekenyangnya aku pun segera mencari penginapan, sebenernya di Garut ini ada penginapan backpacker yang bisa kamu sewa dengan harga hanya 60rb semalam. Namun karena sharing room sedangkan kami butuh ruangan untuk menjemur segala yang ada didalam tas kami akhirnya aku pun kembali mencari penginapan yang terjangkau. 
OYO kembali menjadi pilihan kami dengan 2 kamar yang masih tersedia.


Inget jangan malas cari promo, harga awalnya adalah 300an per kamar kelar cari promo aku mendapatkan harga hanya 100ribu per kamar.
Gimana villanya, ini juga diluar ekspektasi sih, bagus meski di kamar mandinya untuk air panas ini penginapan naroh gasnya di dalam kamar mandi dong.
Kebayang ga kebayang ga?
Aku sih takjub bin takut ya, itu gas kesenggol aer bakalan korslet ga ya haha..
Terakhir aku pun menutup malam dengan menjemur segala yang basah sampe dompet-dompetnya ikutan basah rek..

17 Desember 2019

Dan tibalah kami di hari terakhir yang tidak ingin disia-siakan. Pukul 07.00 pagi sudah siap dengan ransel di punggung dan senyum sumringah.
Kawah Talaga Bodas kami datang!

Percayalah setelah mengalami hari-hari jantung berolahraga dan lebih dekat dengan Tuhan, kali ini adalah PERJALANAN TERBAIK. Benar-benar terbaik. Semampunya kuteriakkan kata terbaik.
Tempat yang kita tuju tidak seindah itu, tapi perjalanan kesini tiada duanya.
Dari sini aku benar-benar paham kenapa Garut disebut dengan Swiss Van Java meski engga tahu bentukan Swiss kayak mana tapi aku paham bagaimana landscape memanjakan mata ini, pemandangan karunia Tuhan yang tercerap tak habis oleh mata. Tak berhenti kukagumi hal-hal ini. Bukan hanya perbukitan cemerlang yang berubah menjadi lahan pertanian tapi hutan yang dilewati pun menguarkan pesona keajaiban alam.
Bisa dibilang inilah pesona Garut sesungguhnya, landscape terindah.

Kawah Talaga Bodas adalah sebuah kawah aktif, kalau di Bandung mungkin kita akan mengenal kawah putih Ciwidey yang bahkan sampai sekarang belom pernah kukunjungi itu haha.. bila lain kesempatan tiba aku akan mengunjunginya pasti.
Jangan mendekat, jangan menyentuh, jangan berenang. Sebaris larangan terpampang nyata dan waktu yang kami butuhkan disini hanyalah sebentar sebelum akhirnya beranjak pergi dan menuju stasiun.
Jadi kalau di Kawah Talaga Bodas ini parkiran dan Kawahnya berjarak sekitar 15 menit, sebenernya ada abang ojek lah terus esensinya dimana? makanya kupilih berjalan kaki menuju Kawah sembari menikmati hutan yang kami lewati dengan barisan obrolan, awalnya terasa jauh terakhirnya terasa begitu cepat ketika obrolan berubah tensi.





Dan sekali lagi inilah yang kunantikan, perjalanan kembali dari Kawah Talaga Bodas. perjalanan ini hanya memakai sedikit jalan rusak dengan tanjakan yang tidak ada curam-curamnya hanya saja jangan memakai GMaps, ketika kamu sudah ada di Kota Garut disana akan ada plang Kawah Talaga Bodas, sebaiknya ikuti papan itu agar kalian mendapatkan pemandangan yang kudapatkan dan merasakan megahnya kuasa Tuhan.

Jadi begitulah Garut, tempat eksotis dengan banyaknya surga tersembunyi.
Kalau dikenang sekarang, rasanya kami begitu hebat bisa melalui itu semua. Dengan pengalaman sebaru ini aku merasakan luar biasa. Perjalanan ke Garut bener-bener mempunyai tempatnya sendiri dalam kotak kenanganku yang ketika dikeluarkan dapat ditertawakan sepuasnya.

Bonus..

No comments:

Post a Comment