Entah apa yang menguatkanku untuk bertahan dengannya, apakah rasa yang kupunya semakin besar atau memang hati yang semakin sulit untuk melepasnya.
Aku memanggilnya Pelangi,
Dia memanggilku Bintang.
Bagai Pelangi, selalu bersinar sehabis hujan dengan warna indahnya. Dia menyejukkan dan membuat hariku gembira ria.
Katanya aku seperti Bintang, membuat malamnya yang sepi selalu bersinar.
Kami melakukan hubungan jarak jauh, jauh sekali. Dia ditugaskan di Makassar aku di Jakarta.
Berbeda pulau, selisih waktu.
Seringnya kami melakukan video call, aku sama sekali tidak rela bila tidak melihat wajahnya barang sehari, sungguh rindu membuat hati tersiksa namun juga bersyukur. Karena dengan begini aku tau bahwa memilikimu adalah anugrah terbesar karena rindu ini begitu mendebarkan dan membuatku semakin menyayangimu.
“Hari ini ada yang menyatakan rasa padaku” ceritanya sambil tertawa,
“lalu?” Aku tanya singkat
“Bintangnya masih bersinar dengan terang” dan dia membuatku tertawa.
Panggilan Pelangi yang kulekatkan padanya memang tidak sia-sia, dan wajarnya aku selalu berfikir apakah waktunya sia-sia bersamaku?
Aku sering memikirkan bagaimana dia disana dengan kesendiriannya. Aku sering memikirkan sanggupkah dia bila sedih melandanya aku tidak disampingnya, memeluknya dengan hangat dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Aku tidak tahan bila seseorang melakukan hal itu, hal yang sangat ingin kulakukan.
3 tahun hubungan ini berjalan dan rasa itu masih terus menghantuiku.
Aku mengerti sejuta kali dia mengucap rindu dan sejuta kali kukatakan bersabarlah.
Sebagai lelaki aku mengerti bahwa gadisku terkadang sudah tidak kuat merindu, rindunya menusuk hatinya dengan pekat.
Namun dia masih bertahan denganku.
Sesekali dia mengunjungiku di Jakarta, sesekali aku menjenguknya di Makassar.
Setiap pertemuan berlangsung sebentar-sebentar hanya menumpuk rindu semakin tinggi.
Seringnya aku menari dengan kenangan.
Tirai penutup terbuka, panggung terekspos bebas lepas. Setiap memori terekam sempurna, aku dan kenangan menari bersama. Dengan anggun dan mesra, kupeluk pinggangnya yang langsing, kutatap matanya, kukatakan cinta lewat matanya yang memandangku mesra. Aku mendekapkan kepalanya pada pundakku. Kurasakan hangatnya menjalari hati yang tersiksa rindu. Menoreh luka kebahagiaan dan menggali kenangan demi kenangan yang menggembirakan.
Setiap jejak langkah bersamamu adalah kegembiraan tanpa batas bagi hati yang merindu. Kupegang tanganmu, erat sekali sampai kau bilang jangan terlalu erat. Karena aku ingin kamu tahu bahwa meskipun jarak menjadi penghalang bagi fisik untuk saling bersentuhan namun hati yang mendamba tak akan pernah merasa kering.
Aku selalu menyiram hati ini untukmu dengan kasih yang tak berbatas.
Tunggulah aku,
Aku akan menjemputmu ke Makassar.
Nb:
Cerita ini khusus untuk temen gue yang punya panggilan si Bintang dan Pelangi, yang sampe sekarang gue masih bingung kenapa kalian lebih memilih panggilan yang tidak bisa bersama daripada panggilan yang pasti bersama.
No comments:
Post a Comment